Kamis 10 Feb 2022 17:54 WIB

UII Perdalam Implementasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual

Perlu strategi dan langkah yang detail mengimplementasikan peraturan yang ada.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Kampus UII Yogyakarta.
Foto: Wahyu Suryana.
Kampus UII Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengadakan Focus Group Discussion (FGD). Digelar untuk merespons terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Lingkungan Perguruan Tinggi.

UII mengapresiasi terbitnya Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tersebut. UII sendiri telah menerbitkan Peraturan Universitas (PU) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Perbuatan Asusila dan Kekerasan Seksual.

Rektor UII, Prof Fathul Wahid mengatakan, UII turut terlibat dalam pembahasan di lingkup perguruan tinggi swasta (PTS) dan beberapa PTS sepakat mengajukan judicial review. Khususnya, terkait aspek-aspek HAM yang perlu diperdalam.

Ia berpendapat, yang perlu dikawal dari peraturan ini isu-isu yang substansial. Karenanya, perlu strategi dan langkah yang detail mengimplementasikan peraturan yang ada, dipikirkan cara-cara mengemas berbagai fakta, tidak asal sensasional.

"Tapi, ada langkah yang dibutuhkan dan bisa dilakukan secara bersama-sama untuk menindak tindakan yang kita anggap melanggar," kata Fathul saat membuka FGD yang diselenggarakan di Ruang Sidang Prof Sardjito, Kampus Terpadu UII, Kamis (9/2).

Kepala Pusat Studi HAM UII, Eko Riyadi menilai, Permendikbudristek hanya sebagai standar minimum. Peraturan Universitas (PU) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Perbuatan Asusila dan Kekerasan Seksual perlu upaya-upaya tambahan.

Eko turut memberikan perhatian terhadap penanganan korban. Ia melihat, langkah yang dapat dilakukan salah satunya membuat hotline yang dirasa bagus dan dapat mempertegas sikap UII untuk dapat meminimalisir perilaku kekerasan seksual.

Pembuatan badan atau lembaga penanganan khusus juga perlu dipertimbangkan. Bagi Eko, terkait pihak-pihak yang nanti mengisi lembaga, dorongan dari rekan-rekan psikologi akan sangat memegang peran krusial, sehingga sudah perlu didiskusikan.

"Nanti kalau lembaga ini bisa kita dorong, proses sangat penting mendengarkan keluh kesah yang ada," ujar Eko.

Direktur Pembinaan Kemahasiswaan UII, Beni Suranto, memandang pembentukan lembaga khusus sebagai untuk memitigasi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi, pembuatan lembaga atau satgas bukanlah sesuatu yang sulit diimplementasikan.

"Berharap agar ke depannya UII dapat memberikan kontribusi pemikiran berdasarkan nilai-nilai dan perspektif Islam terkait permasalahan yang ada," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement