REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kelangkaan minyak goreng yang masih berlanjut di tengah masyarakat dinilai menjadi momentum yang sangat tepat bagi pemerintah untuk memperbaiki mekanisme distribusi minyak goreng hingga di tingkat konsumen.
Evaluasi ini bahkan disebut sudah sangat mendesak, mengingat tidak lama lagi masyarakat bakal segera menghadapi Ramadhan dan Lebaran. “Maka jaminan ketersediaan dan harga di tingkat konsumen harus terjaga agar tidak memicu gejolak di masyarakat,” ungkap anggota Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah, David Ishaq Aryadi, di Semarang, Kamis (24/2/2022).
Menurutnya, kelangkaan minyak goreng di masyarakat masih terjadi hingga hari ini. Kalaupun ketersediaannya ada, harga jual di pasaran masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Terkait kondisi ini, David menyebut setidaknya ada dua ‘pekerjaan rumah’ besar yang mesti diselesaikan oleh pemerintah. “Yakni memperbaiki tata kelola pendistribusian yang bermasalah serta menstabilkan harga di tingkat konsumen sesuai dengan ketentuan,” tambahnya.
Legislator Partai Gerindra Jateng ini mengungkapkan, stok mestinya harus mencukupi karena produksinya tidak ada masalah. Namun yang bermasalah adalah mekanisme pendistribusiannya.
Sesuai ketentuan, jalur distribusi minyak goreng dari produsen meliputi distributor-sub distributor, agen, supplier, hingga akhirnya kepada konsumen. Jika di ranah produksi tidak ditemukan permasalahan, logikanya konsumen juga tidak harus kekurangan.
Tetapi faktanya tidak ada barang di lapangan. Maka harus di cek, di tingkat mana persoalannya terjadi dan adakah pihak tertentu yang ‘bermain’ di wilayah jalur distribusi guna mendapatkan keuntungan sepihak.
“Jika alur distribusi itu terlalu panjang dan tidak efektif, mestinya ada yang dipotong agar minyak goreng sampai ke konsumen agar konsumen (masyarakat umum) tidak dirugikan,” tegasnya.
Sedangkan terkait dengan stabilisasi harga, lanjut David, per 24 Desember 2021 harga minyak goreng di pasar mencapai Rp 18.400 per liter dan bahkan juga pernah mencapai Rp 20 ribu per liter.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah melakukan upaya mengendalikan lonjakan harga minyak goreng di pasaran, salah satunya dengan menerapkan kebijakan minyak goreng satu harga Rp 14 ribu per liter dan mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng yang berlakukan sejak 1 Februari 2022.
Sebagai solusi jangka pendek, menurutnya, mau tidak mau mesti melakukan operasi pasar minyak goreng dengan harapan harga di pasaran stabil. Selain itu juga menekan pihak- pihak yang nakal dengan menimbun stok minyak goreng.
Sesuai data Kemendag, kebutuhan rata-rata minyak goreng secara nasional mencapai sekitar 11 juta liter per bulan. Namun, pemerintah sudah menggandakan produksi menjadi 20 juta liter yng artinya stok minyak goreng bisa dikatakan melimpah.
Kenyataan, saat ini minyak goreng masih langka dan celakanya lagi Ramadhan dan Lebaran segera menjelang dan biasanya kebutuhan bahan pangan juga meningkat. “Maka distribusi segera dibenahi oleh pemerintah,” tegasnya.