REPUBLIKA.CO.ID, MINSK – Pembicaraan antara delegasi Rusia dan Ukraina yang berlangsung di perbatasan Belarusia pada Senin (28/2) berakhir tanpa kesepakatan. Kendati demikian, Moskow dan Kiev sepakat mengadakan pertemuan lanjutan dalam waktu dekat.
Pemimpin delegasi Rusia, Vladimir Medinsky, mengungkapkan, pembicaraan dengan perwakilan Ukraina berlangsung selama hampir lima jam. Dia menyebut, kedua belah pihak menemukan poin-poin tertentu di mana posisi bersama “diramalkan”. Namun dia tak menjelaskan terperinci tentang poin-poin tersebut.
Sementara itu, penasihat utama Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Mykahilo Podolyak, mengungkapkan, dalam pembicaraan dengan Rusia, salah satu isu yang dibahas adalah kemungkinan gencatan senjata. Kendati demikian, Podolyak tak menjelaskan bagaimana sikap Rusia atas usulan tersebut.
Karena pembicaraan belum mencapai membuahkan hasil, negosiasi putaran kedua bakal dilangsungkan dalam waktu dekat. “Pertemuan berikutnya akan berlangsung dalam beberapa hari mendatang di perbatasan Polandia-Belarusia, ada kesepakatan untuk (pertemuan) itu,” ujar Podolyak.
Saat pembicaraan berlangsung di perbatasan Belarusia, Rusia masih melancarkan serangan ke Ukraina. Pada Senin lalu, Rusia membombardir distrik perumahan di Kharkiv. Menurut pejabat Ukraina, serangan tersebut menewaskan sedikitnya 11 orang.
Pemimpin pasukan Ukraina di Kharkiv, Oleg Synegubov, mengatakan, serangan Rusia ke wilayah tersebut dilakukan meskipun tak ada tentara Ukraina atau infrastruktur strategis di sana. “Ini (serangan) terjadi pada siang hari, ketika orang-orang keluar ke apotek, membeli bahan makanan atau air minum. Serangan ini kejahatan,” ujarnya.
Sebelumnya, penasihat Kementerian Dalam Negeri Ukraina Anton Herashchenko mengatakan, serangan roket Rusia ke Kharkiv pada Senin lalu menewaskan puluhan orang. Jumlah korban yang tewas memang simpang siur dan masih sulit untuk memverifikasinya secara independen.
Sementara itu, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet mengungkapkan, sedikitnya 102 warga sipil Ukraina, termasuk di antaranya tujuh anak-anak, tewas sejak Rusia melancarkan serangan pada 24 Februari lalu. Dia menduga, jumlah korban sipil bisa lebih tinggi.
“Sebagian besar warga sipil ini terbunuh oleh senjata peledak dengan area dampak yang luas, termasuk penembakan dari artileri berat dan sistem roket multi-peluncuran, serta serangan udara. Angka (korban tewas) sebenarnya, saya khawatir, jauh lebih tinggi,” kata Bachelet saat berbicara di Dewan Keamanan PBB, Senin.
Dia memperingatkan, saat ini penderitaan di Ukraina meluas. “Jutaan warga sipil, termasuk orang-orang yang rentan dan lanjut usia, terpaksa meringkuk di berbagai bentuk tempat perlindungan bom, seperti stasiun bawah tanah, untuk menghindari ledakan,” ucapnya.
Bachelet mengungkapkan, badan pengungsi PBB telah mencatat 368 ribu orang yang melarikan diri dari Ukraina sebagai pengungsi. Jumlah pengungsi internal di Ukraina lebih tinggi. "Pikiran saya tertuju pada mereka dan semua orang di seluruh dunia yang menderita," ujar Bachelet.