REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kebijakan Pertamina menaikkan harga elpiji nonsubsidi terus menuai tanggapan beragam dari berbagai kalangan. Salah satunya pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi.
Fahmy berpendapat, pemerintah harus segera mengambil langkah dalam menyesuaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) secara proporsional, termasuk di dalamnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Langkah ini perlu dilakukan seiring dengan kenaikan harga minyak dunia yang telah menembus angka 105 Dolar AS per barel, sebagai dampak invasi Rusia ke negata Ukraina, dalam beberapa pekan terakhir.
"Kenaikan harga minyak dunia saat ini sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia, karena selama ini Indonesia merupakan negara pengimpor minyak," ungkap Fahmi dalam keterangan tertulis kepada Republika, Rabu (2/3) malam.
Untuk itu, kata Fahmy, pemerintah tidak cukup hanya melihat perkembangan situasi saja, tetapi harus mengantisipasi dan membuat proyeksi harga minyak sebagai dasar dalam mengambil keputusan harga BBM dalam negeri.
Kalau pemerintah tidak segera melakukan penyesuaian harga, dapat dipastikan Pertamina akan menjual BBM di bawah harga keekonomian dan hal ini hanya akan memberatkan beban APBN.
Menurut Fahmy, kenaikan harga bisa dilakukan terlebih dulu untuk produk Pertamax Series yang konsumennya berada di kisaran angka 20 persen dari total konsumsi gasoline secara nasional. Sehingga tidak akan terlalu mempengaruhi inflasi.
Selain itu, saat ini juga merupakan momentum bagi pemerintah untuk menghapus Premium untuk mengurangi beban subsidi APBN.
"Strategi ini juga bisa menjadi momentum bagi Pemerintah untuk menghapus Premium, karena konsumsinya sekarang juga tinggal 5 persen dan itu pun hanya di luar pulau Jawa," lanjutnya.
Terkait dengan harga Pertalite, Fahmy menilai, belum perlu dilakukan penyesuaian, mengingat konsumen Pertalite saat ini masih cukup besar, yang mencapai 70 persen.
Jika harga Pertalite dinaikkan, maka hal ini akan berimbas pada inflasi dan daya beli masyarakat. "Penyesuaian harga harus secepatnya dilakukan, karena eskalasi perang diperkirakan akan panjang, dan saya rasa harga minyak bisa terus meningkat," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko menuturkan, masyarakat diharapkan tidak panik terkait dengan kenaikan harga minyak dunia pada saat ini.
Menurutnya, stok bahan bakar minyak di Jawa Tengah masih sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. "Stok BBM kita rata-rata saat ini selalu di atas tujuh hari, terutama untuk BBM jenis gasoline," jelasnya.
Dinas ESDM, katanya, bersama dengan Pertamina selalu melakukan pemantauan untuk memastikan ketersediaan pasokan BBM di tengah-tengah masyarakat.
Sujarwanto juga menjelaskan, sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi harga BBM di dalam negeri, di antaranya faktor harga minyak dunia, stabilitas di dalam negeri dan permintaan yang terkendali.
Untuk itu, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah memastikan akan melakukan pemantauan lebih ketat lagi, guna memastikan tidak adanya penyimpangan distribusi BBM.
"Dinas ESDM juga sudah mengeluarkan surat kepada Pertamina dan Hiswanamigas, untuk memastikan bahwa ketersediaan BBM mecukupi," jelasnya.
Tak lupa, Sujarwanto juga mengingatkan kepada masyarakat untuk menjaga perilaku hemat energi, dengan menggunakan BBM yang lebih efisien. Hal itu bisa dilakukan dengan memilih bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
"Kita juga harus terus mempersiapkan infrastuktur untuk kendaraan listrik, sehingga nanti masyarakat bisa menggunakan energi yang lebih efisien," katanya.