REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan adanya perlakuan kejam dengan intensitas tinggi terhadap warga binaan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas II A Yogyakarta. Hal itu terungkap setelah Komnas HAM merampungkan hasil pemantauan dan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM terhadap warga binaan di lapas setempat.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan aksi kekerasan hingga penyiksaan di Lapas Yogya sudah melampaui batas. Sehingga Komnas HAM harus turun tangan menindaklanjutinya.
"Banyak pelanggaran dalam hal kekerasan, perendahan martabat (manusia), pelecehan seksual. Walau tujuan tadi untuk mendisplinkan tapi kan mendisplinkan satu hal, hal lain yang namanya kekerasan, perendahan martabat tidak bisa ditoleransi," ujar Taufan, Senin (7/3/2022).
Lebih lanjut ia menyampaikan kasus di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta perlu menjadi bahan evaluasi Kemenkumham. Sebab pemerintah sudah merafikasi Konvensi Anti Penyiksaan yang mencakup lembaga permasyarakatan.
Ia menekankan standar HAM wajib diberlakukan kepada orang yang terperiksa, ditangkap, ditahan, diadili, sampai berstatus narapidana. "Jelas standarnya orang nggak boleh alami kekerasan, penyiksaan, perendahan martabat, dibatasi komunikasinya. Meski komunikasi yang dimaksud di sini sesuai prosedur dan jenis kejahatan. Orang tetap bisa komunikasi dengan keluarganya walau tentu tidak sama dengan orang bebas," kata Taufan.
Komnas HAM sebenarnya mengapresiasi pendisplinan terhadap warga binaan guna memberantas peredaran narkotika di Lapas Yogya ini. Komnas HAM pun bekerja sama dengan Kemenkumham dalam pemantauan dan perbaikan sistem termasuk asesmen rutin kepada lapas dan rutan se-Indonesia. Namun Komnas HAM menyayangkan aksi pendisiplinan sudah dilakukan berlebihan.
"Dari kasus ini belajar banyak ternyata ada satu kebijakan bagus yaitu pendisplinan terhadap napi narkotika karena sebagaimana tahu selama ini mereka masuk di dalam penjara dihukum sekian tahun bahkan masih ada yang jalankan bisnisnya karena kedisplinan tidak dimiliki, masih punya alat komunikasi yang bisa atur ke mana-mana pasarnya. Praktik itu ada. Di Lapas Yogya mereka mau langkah pembinaan tapi kami dapat laporan berbagai pelanggaran bertentangan dengan aturan anti penyiksaan, UU HAM, SOP Permenkumham," ujar Taufan.
Sebelumnya, sejumlah mantan narapidana Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta mengadu ke Ombudsman Perwakilan DIY dan Jawa Tengah pada November 2021. Aduan itu terkait dugaan penganiayaan dan pelecehan seksual yang mereka alami selama di lapas tersebut.