REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Pemerintah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mengimbau petani setempat untuk mengikuti program asuransi usaha tani padi (AUTP). Hal itu sebagai bentuk perlindungan terhadap risiko banjir, kekeringan, dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).
"Hingga saat ini, kesadaran petani untuk mengikuti AUTP masih rendah meskipun premi atau biaya yang harus dikeluarkan untuk ikut asuransi sangatlah murah," kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dinpertan-KP) Kabupaten Banyumas, Jaka Budi Santosa di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Rabu (23/3/2022).
Kendati premi yang harus dibayarkan relatif murah, dia mengatakan manfaat yang diperoleh petani tergolong besar karena akan segera mendapatkan modal kerja dari klaim asuransi untuk membiayai pertanaman berikutnya jika terjadi gagal panen akibat banjir, kekeringan, dan serangan OPT.
Dalam hal ini, besaran premi AUTP adalah tiga persen dari asumsi besaran biaya input usaha tani padi Rp 6 juta per hektare per musim tanam atau sebesar Rp 180 ribu per hektare per musim tanam.
Dari besaran premi tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pertanian memberikan subsidi sebesar 80 persen atau senilai Rp 144 ribu per hektare per musim tanam, sehingga petani cukup membayar Rp 36 ribu per hektare per musim tanam.
Pembayaran klaim asuransi atas kegagalan panen tersebut sebesar Rp 6 juta per hektare, sedangkan petani penerima manfaat program AUTP adalah petani dengan lahan maksimal dua hektare.
Terkait dengan bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah Banyumas, Jaka mengakui banjir yang terjadi sejak 15 Maret 2022 telah berdampak terhadap ratusan hektare tanaman padi yang sebagian besar akan segera memasuki masa panen.
"Berdasarkan pendataan yang kami lakukan pada 17 Maret 2022 tercatat luas tanaman padi yang terdampak banjir mencapai 995 hektare dengan usia tanaman berkisar 60-92 hari setelah tanam, sebagian besar akan segera panen," ujarnya.
Ia mengatakan berdasarkan data sementara tersebut diketahui potensi kerugian yang diderita petani secara keseluruhan mencapai Rp 18.634.368.000 dengan persentase kerugian bervariasi.
Menurut dia, persentase kerugian terbesar untuk sementara terjadi di Desa Plangkapan, Gebangsari, dan Karang Pucung, Kecamatan Tambak, karena mencapai 100 persen atau senilai Rp 5.383.680.000 dengan usia tanaman berkisar 84-90 hari dan total luas tanaman padi yang terendam 164 hektare.
"Kami masih memperbarui data luas tanaman padi yang terdampak karena ada beberapa wilayah yang tergenang hingga tujuh hari, sehingga potensi kerusakan tanaman dan kerugiannya akan bertambah," katanya.
Ia mengakui petani yang tanaman padinya terdampak banjir tersebut untuk sementara belum mengikuti program AUTP. Oleh karena itu, pihaknya mengimbau petani untuk ikut serta dalam program AUTP sebagai perlindungan bentuk perlindungan terhadap risiko banjir, kekeringan, dan serangan OPT.
"Kami juga mengusahakan adanya bantuan dari Kementerian Pertanian untuk petani yang terdampak banjir tersebut," kata dia.
Selain berdampak terhadap tanaman padi, Jaka mengatakan bencana banjir tersebut juga mengakibatkan kerugian bagi petani pembudi daya ikan di kolam.
Berdasarkan pendataan sementara, luasan kolam budi daya ikan yang terdampak banjir mencapai 99.852 meter persegi dengan jenis ikan yang dibudidayakan berupa gurami, nila, dan lele.
"Volume ikan dari seluruh kolam yang terdampak banjir sebanyak 100.157 kilogram dan potensi kerugiannya untuk sementara mencapai Rp 1.829.890.000. Data tersebut baru berasal dari Kecamatan Sumpiuh dan Tambak, kami masih mengumpulkan data dari kecamatan lainnya," ungkap Jaka.