Kamis 31 Mar 2022 14:57 WIB

'Ramadhan Momentum Cegah Diri dari Tindakan Yang Rusak Harmoni'

Esensi penting dari bulan Ramadhan adalah menahan diri dari berbagai bentuk keburukan

Ilustrasi Ramadhan
Foto: Pixabay
Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebentar lagi umat Islam di seluruh dunia akan memasuki bulan suci penuh berkah dan ampunan, bulan Ramadhan. Esensi penting dari bulan Ramadhan adalah pencegahan atau menahan diri dari berbagai bentuk keburukan dan hal yang dapat merusak harmoni sosial. Karena itu, Ramadhan menjadi momen tepat untuk  mendidik diri menjadi pribadi yang santun, toleran, dan ramah untuk menciptakan perdamaian.

Menurut Sekretaris Badan Penelitian Pengembangan dan Pendidikan Latihan (Sesbalitbangdiklat) Kementerian Agama (Kemenag RI) Muharram Marzuki, bulan Ramadhan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi umat muslim untuk menegakkan ibadah dan membangun harmoni sosial.

"Bulan Ramadhan itu sejatinya umat Muslim harus bisa memanfaatkan sebaik-baiknya, melakukan berbagai aktifitas kegiatan peribadatan baik ibadah yang sifatnya hubungan vertical kepada Allah SWT, maupun ibadah yang berhubungan kepada umat manusia," ujarnya di Jakarta, Rabu (30/3/2022).

Dirinya melanjutkan, ibadah mahdhah atau ibadah wajib yang sudah syariatkan harus diperkuat baik kualitas dan kuantitasnya. Namun, Marzuki mengungkapkan bahwa ibadah muamalah sebagai amalan membangun hubungan kepada umat manusia juga menjadi ibadah yang wajib dilakukan, untuk mencegah diri dari tindakan intoleransi dan kekerasan juga tidak kalah penting.

"Hubungan horizontal, kemasyarakatan dan peribadahan harus diperbanyak baik kepada umat islam sendiri maupun kepada umat yang berbeda agama. Sehingga akan muncul rasa ketentraman, kedamaian, rasa kerukunan yang menjauhkan dari sikap intoleransi dan kekerasan yang merusak harmoni sosial," ungkap Marzuki.

Sebagaimana yang  tertuang dalam QS Al-Hujurat:13 yang mengatakan ‘Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal’.

"Nah, dengan kita hidup saling mengenal, menghargai, saling berbagi maka akan mewujudkan hidup yang aman damai, kita diarahkan menjadi umat yang bertakwa," kata pria yang pernah menjabat sebagai Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kemenag tersebut.

Terkait ibadah membangun hubungan dan harmoni sosial masyarakat, ia menyinggung narasi negatif yang beredar di masyarakat bahawa praktik toleransi dan membangun hubungan baik antar umat beragama, bukanlah semata-mata sebagai praktik menggadaikan akidah dan keimanan.

"Tidak, tidak sama sekali. Tidak ada urusannya. Ini urusan kemanusiaan. Misalnya kita berbuka puasa dengan umat yang berbeda agama itu diperbolehkan dalam rangka memperkuat hubungan sosial kemasyarakatan," kata Marzuki.

Menurutnya, bulan Ramadhan harus menjadi momen untuk sama-sama bersuka cita dan berbagi kebahagiaan serta menunjukkan bagaimana agama Islam dapat menjadi penyejuk dan rahmat bagi alam semesta. Sehingga dalam membangun kerukunan tidak ada istilah menggadaikan aqidah, menggadaikan agama.

"Kita menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan itu mewujudkan hati kita menjadi damai, sejuk, tentram dan toleran, dengan demikian maka itulah yang diharapkan oleh Tuhan. Kita berbagi kebahagiaan di bulan Ramadan dengan seluruh umat, itu yang dinamakan ibadah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement