REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pendorong gerobak yang terdampak relokasi pedagang kaki lima (PKL) di Malioboro mengaku mendapat kejelasan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta untuk mendapatkan pekerjaan baru. Paguyuban Pendorong Gerobak Malioboro (PPGM) mengatakan, pendorong gerobak yang kehilangan pekerjaan ini dijanjikan mendapatkan pekerjaan yakni sebagai tenaga kebersihan.
Ketua PPGM, Kuat Suparjono mengatakan, pihaknya menerima pekerjaan yang dijanjikan Pemkot Yogyakarta sebagai tenaga kebersihan. Pasalnya, sudah lebih dari dua bulan sejak relokasi, sebagian besar para pendorong gerobak belum mendapat pekerjaan baru dan tidak memiliki penghasilan.
"Ada solusi yang menggembirakan bagi kita, dalam waktu dekat kita mau diberi pekerjaan," kata Kuat kepada Republika.co.id melalui sambungan telepon.
Kuat menyebut, dari Pemkot Yogyakarta sudah meminta kelengkapan data maupun jumlah pendorong gerobak yang terdampak relokasi ini. Dimungkinkan, kata Kuat, pihaknya akan mulai dipekerjakan pada April 2022 ini.
"Kita sudah menyerahkan fotokopi KTP sama KK, ukuran baju dan celana dan foto. Per April insya Allah kita sudah kerja. Kalau semua segala persyaratan yang diminta beliau kita siapkan dengan secepat mungkin," ujar Kuat.
Secara teknis, pihaknya belum mendapat penjelasan lebih lanjut terkait penempatan masing-masing pendorong gerobak. Meskipun begitu, pendorong gerobak ini nantinya dimungkinkan tidak hanya akan ditempatkan di tempat baru relokasi sebagai tenaga kebersihan.
"Yang jelas sepanjang selatan rel kereta api sampai ke Titik Nol (ditempatkan). Tapi teknisnya (secara lebih lanjut) menunggu dari beliau-beliau (pemerintah) untuk shift-nya," jelasnya.
Total sudah ada 41 pendorong gerobak yang dilaporkan ke Pemkot Yogyakarta untuk menjadi tenaga kebersihan. Meskipun begitu, total ada 91 pendorong gerobak di Malioboro yang terdampak.
Kuat menyebut, tidak semua pendorong gerobak yang menerima pekerjaan sebagai tenaga kebersihan. Hal ini dikarenakan sudah banyak pendorong gerobak yang sudah sepuh.
"Sebagian pendorong yang menerima, ada juga yang sudah sepuh (tidak menerima) dan ada beberapa yang sudah ada pekerjaan (lain). 41 yang menerima pekerjaan itu sudah menyerahkan syarat-syarat," tambahnya.
Selain itu, kata Kuat, juga ada pendorong gerobak yang pulang ke kampung halamannya. Pendorong gerobak yang sudah pulang ke kampung halamannya tersebut tidak didaftarkan sebagai tenaga kebersihan.
"Sekarang sebagian hilang komunikasi karena pulang ke desa, karena tidak tahan di kota karena tidak ada pemasukan dan membutuhkan biaya untuk hidup," kata Kuat.
Terkait dengan kontrak kerja, pihaknya juga mendapat kejelasan dari pemerintah. Pasalnya, pendorong gerobak di Malioboro meminta agar adanya kontrak kerja yang jelas untuk jaminan agar tidak kehilangan pekerjaan kembali kedepannya.
"Teman-teman menginginkan outsourcing dan disamakan dengan teman-teman Jogoboro, kontrak sekali setahun. Kalau teman-teman masih sanggup, diperpanjang (masa kontraknya)," jelas Kuat.
Pihaknya sebelumnya juga sempat meminta lapak di lokasi baru relokasi yakni di Teras Malioboro 1 atau di Teras Malioboro 2. Meskipun begitu, pendorong gerobak ini tidak dapat diberikan lapak.
Sebab, lapak hanya diperuntukkan bagi PKL Malioboro yang direlokasi. Pihaknya pun menerima jika pendorong gerobak yang terdampak tidak bisa mendapatkan lapak.
"Secara jelas disampaikan (Pemkot Yogya), pendorong bukan PKL dan tidak punya hak mendapatkan (lapak) itu. Tempatnya sementara (yang di Teras Malioboro 1) dan tidak cukup, walaupun cukup (menampung tambahan lapak pendorong), kita tidak berhak untuk dapat lapak," katanya.