REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Jaringan Masyarakat Sipil (JMS) Untuk Advokasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual mendesak pemerintah dan DPR RI untuk memasukkan Tindak Pidana Perkosaan dan Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) sebagai bentuk Tindak Pidana yang diatur dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Korban Perkosaan dan KSBE masih menghadapi jalan buntu karena hingga saat ini, berbagai kendala dalam sistem hukum, baik dari pencegahan, penanganan, dan ketersediaan layanan dukungan lainnya belum optimal melindungi perempuan dan kelompok yang rentan menjadi korban karena tidak ada payung hukum yang memadai.
"Salah satu yang diperjuangkan adalah meminimumkan kriminalisasi bagi korban kekerasan yang mengakses Layanan Aborsi Aman sesuai yang dimandatkan dalam peraturan undang-undang kesehatan bagi korban perkosaan," ujar Direktur Pelaksana Yayasan Kesehatan Perempuan, Nanda Dwinta, dalam jumpa pers secara virtual, Senin (4/4/2022).
Nanda menegaskan bahwa saat ini sedang mendorong untuk membuat layanan individu yang dapat diakses oleh korban kekerasan seksual sehingga dapat meminimalisir kriminalisasi pada korban dan pemberi layanan. Selain itu, jaminan layanan aman bagi korban perkosaan dan korban kekerasan seksual yang berdampak pada aborsi untuk mendapat layanan juga harus masuk dalam RUU TPKS.
Direktur LBH APIK Jakarta, Siti Mazuma menuturkan bahwa untuk pemenuhan hak korban dan jaminan perlindungan serta keadilan, KSBE harus masuk dalam RUU TPKS yang menjadi norma hukum untuk melindungi korban kekerasan seksual. Hingga saat ini, peraturan perundangan yang ada belum melindungi korban KSBE bahkan cenderung mengkriminalisasi korban KSBE.
"Tanpa pengaturan dalam RUU ini, maka korban perkosaan termasuk korban perkosaan yang kemudian hamil rentan mengalami kriminalisasi karena minimnya ketersediaan layanan aman seperti yang pelaku sudah dijamin dalam UU Kesehatan," jelas Siti.
Diketahui, Panitia Kerja RUU TPKS dibawah koordinasi Badan Legislasi DPR RI yang saat ini sedang melakukan pembahasan Tingkat I bersama pemerintah. Mereka juga meminta pemerintah dan DPR RI segera menyelesaikan pembahasan Tingkat I dan segera melanjutkan proses pembahasan Tingkat II untuk RUU TPKS.
Terdapat sejumlah capaian dalam substansi RUU TPKS, mulai dari pengaturan pencegahan, hukum acara, pemidanaan, pengaturan restitusi, hak bagi korban, keluarga korban, saksi, ahli dan pendamping, peran masyarakat sipil dalam pemantauan, peran lembaga layanan milik masyarakat, pelayanan terpadu, aturan tentang korban dengan disabilitas dan diakomodirnya beberapa bentuk kekerasan seksual salah satunya pemaksaan perkawinan.