REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai tantangan, hambatan, dan bahkan kegagalan pasti dihadapi dalam jalan menuju impian. Salah satu kunci mengatasinya adalah dengan membentuk resiliensi yang dimulai dari formasi awal kehidupan seseorang.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani membagikan pengalamannya dalam sesi Webinar Program Mentoring Future Star Corps bertajuk "Fall Seven, Rise Eight: Membangun Ketangguhan Mental Agar Konsisten Berprestasi" yang digelar Almamater Center Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) melalui Zoom, Sabtu (9/4/2022).
Dalam sesi Mentoring Future Star Corps, Sri Mulyani bercerita, dukungan keluarga menjadi modal penting yang membentuk pola pikirnya saat ini.
"Di sekolah kita kompetitif. Kakak saya juara, tetapi saya dari SD tidak pernah juara kelas. Pada saat itu saya mungkin bisa jadi orang paling minder. Orang tua saya sangat memahami anak yang belum juara itu bukan anak yang gagal. Itu masa-masa kritikal dalam formasi kita. Jadi saya tetap merasa oke-oke aja meski nggak juara kelas," ungkapnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menerangkan, sikap pertama dalam menghadapi kegagalan menjadi sangat penting. Merasa kecewa dan sedih itu wajar. Namun, jangan sampai menyiksa diri dengan berlarut-larut dan membodoh-bodohi diri sendiri.
Menurutnya lagi, dalam hidup ada hal-hal yang bisa kita kontrol dan ada yang tak bisa kita kontrol. "Kalau bisa dikontrol, kita berbuat yang terbaik, mikir, minta advice sama orang lain," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani pun berkata, ada kalanya kegagalan menjadi suatu keberkahan. "Kadang kegagalan itu menjadi blessing. Perspektif memberikan wisdom. Yang tadinya kita anggap gagal, memalukan, ternyata itu adalah jalan keluar," ujarnya.
Profesional Coach, Co-Founder Kubik Coaching Ferlita Sari menjelaskan, untuk dapat bangkit dari keterpurukan harus menyadari bahwa kegagalan bisa dialami siapa saja. Ada tiga cara pandang tidak sehat yang membuat kita jadi sulit untuk bangkit. Pertama bagaimana kita memandang diri kita, kedua bagaimana memandang orang lain, ketiga bagaimana memandang dunia.
Dia pun membagikan empat pola pikir yang dimiliki oleh orang yang memiliki resiliensi. Menurut Ferlita, orang yang memiliki resiliensi meyakini kesulitan bisa menimpa siapa saja. Selain itu, mereka juga meyakini, di dunia tidak ada yang abadi, termasuk kegagalan dan kesulitan hidup. Mereka juga fokus pada apa saja yang bisa diubah. Lalu, mereka percaya bahwa dukungan selalu ada. Jika tidak melalui keluarga, ada teman, atau bahkan bisa mencari melalui dukungan profesional.
"Modal resilient sudah diberikan Tuhan kepada kita. Pada saat masih kecil, jatuh ya bangun lagi, nggak ada masalah. Jatuh dua kali, bangun tiga kali. Jatuh tujuh kali, bangun delapan kali," tutur Ferlita.