REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Organisasi ECOTON pada Juli hingga September 2021 telah melakukan riset mengenai kandungan mikroplastik di udara wilayah Jawa Timur (Jatim). Riset ini dilaksanakan di lima kabupaten/kota seperti Surabaya, Gresik, Mojokerto, Sidoarjo, dan Jombang.
Direktur ECOTON, Progo Arisandi mengatakan, banyaknya sampah plastik memberikan tekanan pada kesehatan lingkungan. Hal ini terutama bisa menghadirkan remahan plastik yang dinamakan Mikroplastik. "Mikroplastik merupakan partikel plastik yang berukuran 100 nanometer (nm) sampai dengan 5 milimeter (mm)," kata Prigi kepada Republika.co.id, Senin (18/4/2022).
Menurut Prigi, kontaminasi mikroplastik telah menjadi tantangan global termasuk di Indonesia. Situasi ini bisa terjadi sebagai akibat dari pengelolaan sampah plastik yang tidak tepat. Kemudian juga karena adanya peningkatan jumlah sampah plastik yang terus meningkat.
Di samping itu, manusia juga berpotensi menelan lima gram mikroplastik setiap pekannya. Salah satu jalur masuk mikroplastik ke tubuh manusia adalah melalui udara.
Prigi menjelaskan, daur hidup (lifecycle) mikroplastik di udara biasanya berasal dari sumber-sumbernya akan masuk dan terus tetap dalam siklus hidrologi. Bahkan, ini bisa memindahkan mikroplastik melalui awan sehingga diturunkan lewat hujan ke wilayah yang belum terjamah oleh aktivitas manusia sekalipun. "Seperti pada studi terkini menemukan keberadaan mikroplastik pada wilayah antartika sebanyak 22 partikel/L," jelasnya.
Adapun mengenai studi ECOTON di Surabaya, Prigi dan tim menemukan rata-rata kandungan mikroplastik di daerah tersebut sebanyak 13.86 partikel per dua jam. Kemudian di Gresik 26.21 partikel per dua jam dan Mojokerto 11.45 partikel per dua jam.
Lalu untuk rata-rata kandungan mikroplastik di Sidoarjo sebesar 218 partikel per dua jam dan Jombang 16 partikel per dua jam. Berdasarkan hasil riset, sumber pencemaran mikroplastik yang diidentifikasi berasal dari pengelolaan sampah plastik yang salah seperti dibakar di incenerator, tungku terbuka, hingga di lahan terbuka.
Selain itu, asap dari industri terutama industri daur ulang plastik turut andil memperparah banyaknya mikroplastik di udara. Selain itu, baju yang berbahan serat sintetis juga menjadi penyumbang mikroplastik bahkan di tempat umum sekalipun.
Adapun rata-rata mikroplastik yang terkandung di tempat publik sebanyak 14.04 partikel per dua jam dan incenerator 10.5 partikel per dua jam. Selanjutnya, di industri sekitar 225.33 partikel per dua jam, tungku terbuka 12.5 partikel per dua jam, dan pembakaran terbuka 30 partikel per dua jam.
Menurut Prigi, terdapat tiga jenis mikroplastik yang didapatkan dari hasil penelitian yakni 76 persen fiber, 17 persen filamen, dan tujuh persen fragmen. Fiber merupakan jenis paling dominan yang biasanya berasal dari serat baju.
Bisa juga berasal dari pembakaran sampah medis seperti masker. Kemudian dapat pula dari pembakaran sampah kain, popok, dan pembalut. Dengan adanya kondisi tersebut, maka mikroplastik yang tersebar di udara dapat terhirup dan masuk ke sistem pernafasan.
"Seperti yang telah dilaporkan baru–baru ini, di mana mikroplastik teridentifikasi di 11 paru-paru manusia sebanyak 39 partikel," ujarnya.
Selain mikroplastik, zat-zat yang terkandung didalamnya akan terlepas ke lingkungan. Kemudian juga dapat berpotensi berpindah ke tubuh manusia juga dan berefek ke kesehatan.
Adapun zat-zat yang berbahaya untuk kesehatan manusia antara lain BPA dan Phthalate. Zat ini berpotensi memicu kanker payudara, pubertas dini, diabetes, obesitas, dan gangguan autisme.
Kemudian senyawa pengganggu hormon yang bisa memicu gangguan kehamilan, gangguan tiroid, berat lahir kurang, asma dan kanker prostat. Selanjutnya, terdapat senyawa penghambat nyala memicu penurunan IQ, gangguan hormon, dan penurunan kesuburan.
Lalu senyawa perflourinasi mampu memicu kanker ginjal dan testis, menaikkan kolesterol, penurunan respons imun pada anak. Untuk mengurangi adanya kontaminasi mikroplastik di udara, ECOTON mendesak pemerintah agar menerapkan kebijakan pengurangan penggunaaan plastik sekali pakai di wilayahnya.
Kemudian pemerintah harus mengawasi industri pencemar mikroplastik dan tidak memperbanyak false solution technology seperti tungku terbuka di TPS. Pemerintah seharusnya lebih banyak untuk bisa membangun TPS3R dan tidak menggunakan incinerator.
Untuk industri, mereka diminta mengurangi produksi berbahan plastik. Lalu menggunakan filter membran pada corong asap untuk mengurangi kontaminasi partikel mikroplastik di udara.
Selanjutnya, masyarakat didorong mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Lalu lebih bijak memilih bahan yang ramah lingkungan seperti baju yang tidak berbahan serat sintetis. "Dan tidak membakar sampah plastik," kata dia menambahkan.