Selasa 19 Apr 2022 15:00 WIB

UU TPKS Disebut Langkah Tepat Wujudkan Keadilan bagi Penyintas

Kasus kekerasan seksual masuk dalam fenomena gunung es.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
Rapat Paripurna DPR tersebut secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang.
Foto: Prayogi/Republika
Rapat Paripurna DPR tersebut secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar hukum tata negara Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dwi Rahayu Kristanti, optimistis disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dapat menjadi langkah tepat untuk mewujudkan keadilan bagi para penyintas. Ia meyakini, tujuan awal perjuangan pembentukan UU TPKS dapat terwujud dengan implementasi yang tepat, dan dukungan dari berbagai pihak.

"Berbeda dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU TPKS menggunakan orientasi kepada korban, sehingga dianggap dapat memberi keadilan bagi korban," kata perempuan yang akrab disapa Yeyen tersebut, Selasa (19/4/2022).

Yeyen melanjutkan, perspektif itu terlihat jelas pada tiga hak yang dimiliki oleh korban, yakni penanganan, perlindungan, hingga pemulihan. Jika sebelumnya negara hanya bertanggung jawab sampai vonis dijatuhkan, kini negara bertanggung jawab juga dalam pemulihan korban.

"Hal ini saya anggap sebagai hal yang positif, karena seperti yang kita tahu, pemulihan menjadi hal yang penting dan bisa jadi membutuhkan waktu yang tidak sebentar," ujarnya.

Mengenai ruang geraknya, Yeyen berpendapat UU TPKS menjadi angin segar bagi korban yang selama ini tidak terakomodir dari perundang-undangan yang ada. Di mana ada persyaratan dalam undang-undang kekerasan seksual selama ini.

Contohnya harus tinggal satu rumah dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), dan korban harus berusia di bawah 18 tahun dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. "Sedangkan kasus yang tidak menyentuh syarat-syarat tersebut akhirnya kini mampu diakomodir,” katanya.

Ia melanjutkan, disahkannya UU tersebut berkemungkinan meningkatkan laporan kasus kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual masuk dalam fenomena gunung es, yaitu lebih banyak kasus yang berada di bawah permukaan dibanding yang dilaporkan.

“Karena adanya dukungan akses dan jaminan bagi pelapor, maka masyarakat akan dikonstruksi agar lebih berani dan yakin dalam melaporkan kasus dalam lingkup kekerasan seksual,” ujarnya.

Menurutnya, UU TPKS bukan merupakan akhir dari perjuangan penegakan hukum, melainkan sebagai langkah yang harus dilanjutkan dan diawasi. "Perlu kerja sama dan kerja keras, bagi kita sesama masyarakat untuk memberikan awareness sebanyak-banyaknya termasuk kepada aparat penegak hukum," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement