Jumat 22 Apr 2022 12:47 WIB

Pakar: Pelabelan BPA Buat Pasar AMDK Galon Lebih Sehat

Pelabelan BPA akan membuat orang sadar untuk memilih.

BPA yang terkandung dalam galon air minum dalam kemasan guna ulang ini juga sudah dijamin tidak membahayakan kesehatan karena sudah memiliki izin edar dari BPOM.
Foto: Istimewa
BPA yang terkandung dalam galon air minum dalam kemasan guna ulang ini juga sudah dijamin tidak membahayakan kesehatan karena sudah memiliki izin edar dari BPOM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar ekonomi dan bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Tjahjanto Budisatrio, menepis anggapan bahwa rencana pelabelan BPA (Bisphenol A) pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) galon guna ulang polikarbonat (plastik keras) oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan memicu persaingan tidak sehat di pasar. Sebaliknya, menurut Tjahjanto, pelabelan BPA itu malah akan membuat pasar AMDK galon lebih sehat.

"Persaingan yang sehat akan terjadi jika konsumen makin sadar akan kesehatannya," kata Tjahjanto dalam webinar yang diselenggarakan oleh FMCG Insights, sebuah lembaga riset dan advokasi berbasis Jakarta, dengan tema "Pelabelan BPA: Menuju Masyarakat Sehat dengan Pasar Sehat", Kamis (21/4/2022).

Lebih lanjut, Tjahjanto menjelaskan bahwa pelabelan BPA akan membuat orang sadar untuk memilih, apakah dia menginginkan produk yang sudah dikasih label dan tahu implikasi kesehatannya atau produk yang tidak mengandung BPA. Pada saat yang sama, produsen produk yang mengandung BPA pun akan terdorong untuk memperbaiki produknya dan berinovasi untuk dapat tetap bersaing.

"Inilah kondisi yang disebut dalam dunia ekonomi sebagai contestable market. Inilah kondisi yang kita harapkan, bahwa pasar mengarah kepada kondisi yang benar-benar bersaing secara sehat," katanya.

BPA merupakan bahan kimia yang menjadi bahan baku dalam proses produksi kemasan plastik keras atau polikarbonat. Dalam ratusan publikasi ilmiah, BPA disebut bisa menyebabkan antara lain kanker dan gangguan hormonal terkait kesuburan.

Fakta ilmiah tersebut, menurut Tjahjanto, menimbulkan kondisi yang dalam dunia bisnis disebut dengan negative externality atau kondisi munculnya dampak negatif dari aktivitas usaha. Ketika kondisi ini terjadi, pemerintah harus ikut masuk untuk memperbaikinya. 

"Ini karena kondisi tersebut bisa menimbulkan kegagalan pasar atau market failure di masa depan," katanya. 

Dia mencontohkan kebijakan pemerintah mewajibkan pelabelan bahaya merokok pada kemasan rokok dan pelarangan merokok di tempat-tempat publik agar masyarakat sadar akan potensi bahaya itu dan pemerintah serta industri terhindar dari potensi gugatan di masa depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement