REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Stok minyak goreng (migor) khusus untuk curah dinilai cukup berdasarkan pantauan yang dilakukan oleh Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) DIY. Meskipun begitu, Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY, Tri Saktiyana mengatakan, migor curah masih sulit ditemui.
"Untuk (migor) curah stoknya cukup, namun di pasar tradisional agak sulit ditemui," kata Tri di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Senin (25/4).
Masih sulit ditemukan di pasaran, dikarenakan pedagang yang enggan memasarkan migor curah. Sebab, kata Tri, keuntungan penjualannya lebih sedikit dibandingkan dengan risiko menjual migor curah.
"Ketika kami wawancara dengan pedagang pasar di Gunungkidul, mereka agak enggan memasarkan migor curah karena limit profitnya relatif tipis sekali, tapi risikonya besar," ujar Tri.
Ia mencontohkan, migor curah dikemas hanya dengan plastik yang diikat dengan karet. Hal ini juga mengakibatkan migor curah sangat mudah tumpah ketika jatuh, sedangkan keuntungannya yang tidak besar juga tidak dapat menutupi kerugian yang terjadi.
"Di pasar tradisional juga ada tikus, ketika digigit satu (kantong) bocor hilang (keuntungan) Rp 15 ribu dan keuntungannya tidak bisa menutupi (kerugian)," jelas Tri.
Dikarenakan risiko menjual migor curah yang lebih besar, maka banyak pedagang yang lebih memilih untuk menjual migor kemasan. Pasalnya, migor kemasan lebih relatif aman dan tidak mudah pecah jika terjatuh, serta keuntungan penjualannya juga lebih besar.
"Migor kemasan relatif aman, karena saat jatuh tidak pecah, kemudian margin profitnya tidak dikendalikan harganya oleh pemerintah lebih longgar lagi," tambahnya.
Saat ini, Tri menyebut, ketersediaan untuk migor kemasan juga sangat melimpah di pasaran. Baik itu di pasar tradisional, pasar modern maupun di tingkat distributor.
"Untuk migor kami dapat laporan dari satgas pangan dan juga kami memantau sendiri di lapangan, migor kemasan sangat cukup dan melimpah di toko-toko swalayan, warung-warung maupun di pasar tradisional," ujarnya.