REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Jawa Tengah mencatat, jumlah anak stunting (gagal tumbuh kembang) mencapai 540 ribu anak (19,9 persen). Terkait hal ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng bersama dengan BKKBN Perwakilan Jateng menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen pada 2023 mendatang.
“Untuk mencapai kondisi tersebut, pemprov dan BKKBN telah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang tersebar di 35 kabupaten/kota, 576 kecamatan dan 8.562 desa/kelurahan,” ungkap Kepala BKKBN Perwakilan Jateng, Widwiono, di Patra Semarang Hotel & Convention, Kota Semarang, Kamis (19/5/2022).
Selain membentuk TPPS yang mengakomodasi lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Kejaksaan, dan TNI/Polri, juga telah dibentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang jumlahnya mencapai 27. 931 orang. Di lapangan, masing-masing stakeholder bakal melakukan intervensi sesuai dengan bidangnya.
Misalnya, dinas kesehatan bertanggung jawab dalam pemberian makanan tambahan, vitamin, dan obat penambah darah. “Atau dinas pekerjaan umum juga akan terlibat misalnya jika kebutuhan di lapangan terkait dengan jambanisasi serta akses air bersih,” jelasnya.
Masih dalam konteks percepatan penurunan stunting ini, lanjut Widwiono, BKKBN juga akan melakukan pendataan terkait jumlah ibu hamil, calon pengantin, dan jumlah anak usia yang berusia di bawah dua tahun.
Saat ini, di Jateng ada sekitar 271 ribu calon pengantin dan sekitar 551 ribu wanita hamil. Dengan data tersebut, BKKBN akan mencari ibu hamil dan calon pengantin putri yang mengalami masalah/ problem kesehatan yang berisiko menyebabkan stunting.
Secara teori, dari jumlah ibu hamil, 20 persen di antaranya mengalami masalah kesehatan. Adapun calon pengantin putri 70 persen di antaranya mengalami anemis (kekurangan sel darah merah).
“Sementara untuk bayi dengan usia kurang dari dua tahun akan diukur apakah perkembangannya telah sesuai,” tambahnya.
Melalui upaya-upaya tersebut, Widwiono optimistis angka stunting di Jateng bisa turun hingga 14 persen di 2023 nanti. Bahkan dengan gerakan sinergi, kasus stunting tersebut bisa ditekan dalam kurun waktu dua tahun.
Ia menegaskan, upaya penurunan kasus stunting dengan gerakan bersama sudah dilakukan di Kabupaten Grobogan dan hasilnya cukup signifikan. “Kini angka anak kerdil hanya sembilan persen dari sebelumnya 29 persen,” tegasnya.
Diakui, kasus stunting di beberapa wilayah di Jateng masih memerlukan intervensi serta perhatian khusus, misalnya seperti di Kabupaten Wonosobo dan Brebes.
Melalui berbagai langkah yang kini dipersiapkan, Jateng menargetkan dalam satu tahun mampu menurunkan hingga 3,5 persen angka stunting. “Dengan target pemerintah pusat 14 persen di 2024, maka Jateng diharapkan bisa maju setahun,” tambah dia.