REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta di Indonesia (BKSPTIS) menggelar rapat koordinasi. Rapat koordinasi dihadiri jajaran Dewan Penasehat, Dewan Pembina, dan Pengurus BKSPTIS berbagai perguruan tinggi Islam di Indonesia.
Hadir Universitas Islam Indonesia, Universitas Darussalam Gontor, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Islam Bandung, Universitas Muhammadiyah Surabaya, Universitas Islam Riau Universitas Muhammadiyah Tangerang, dan Universitas NU.
Rektor UII dan Sekjen BKSPTIS, Prof Fathul Wahid mengatakan, ke depannya BKSPTIS memiliki beberapa agenda. Mulai workshop keliling Indonesia, penguatan manajemen teknologi informasi, hingga penguatan alumni perguruan tinggi masing-masing.
Agenda besar lain yang coba diusung merupakan menghadirkan penerimaan mahasiswa baru (PMB) bersama, yang mana sudah dimulai sejak 2021 lalu dan diikuti empat perguruan tinggi. Fathul menyampaikan, PMB bersama ini akan dikuatkan pada 2022.
"Sekaligus mengajak pimpinan-pimpinan perguruan tinggi lainnya untuk turut serta berpartisipasi," kata Fathul di Gedung Kuliah Umum (GKU) Sardjito, Kampus Terpadu, Universitas Islam Indonesia (UII), Rabu (1/6/2022).
Pertemuan pimpinan-pimpinan perguruan tinggi itu kemudian dilanjutkan dengan diskusi. Dalam jalannya diskusi, masing-masing perguruan tinggi mengemukakan permasalahan, saran, maupun masukan untuk perkembangan BKSPTIS ke depannya.
Terdapat beberapa poin yang mengemuka dan menjadi bahan diskusi hangat di rapat koordinasi kali ini. Antara lain pembentukan tim ad hoc yang dinilai sebagai salah satu solusi utama untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Tim ini nantinya diharapkan mampu membidangi tidak cuma urusan internal dan eksternal. Tapi, membidangi isu-isu yang dihadapi seperti kehadiran Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM).
Terkait MBKM, pimpinan-pimpinan merasa perlu disikapi bijak karena kebijakan perguruan tinggi menyesuaikan kurikulum yang disusun pemerintah. Sedangkan, masih banyak PT di daerah yang belum bisa mengadopsi kurikulum tersebut.
Permasalahan lain mengenai LAM mahalnya biaya akreditasi yang dibebankan kepada PTS. Hadapi itu, setidaknya empat skenario yang bisa dijalankan yakni membentuk LAM mandiri dan mengusulkan asesor LAM dari masing-masing perguruan tinggi.
Kemudian, berbagi biaya pendanaan LAM bersama pemerintah. Isu lain yang menjadi pembahasan terbentuknya forum bersama antar prodi perguruan tinggi Islam jadi keunggulan PTSI. BKPTSIS juga berencana menyelenggarakan pelatihan kepemimpinan.
"Dan penguatan kerja sama internasional untuk menunjang kemajuan setiap perguruan tinggi," ujar Fathul, menegaskan.