Jumat 03 Jun 2022 19:19 WIB

Mahasiswa Masuk Jaringan Terorisme, Pengamat: Tanggung Jawab Institusi Pendidikan

Tidak ada yang salah dengan sistem penerimaan mahasiswa di kampus

Ilustrasi Terorisme
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Indonesia kembali dikejutkan dengan penangkapan seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Jawa Timur sebagai bagian dari jaringan terorisme. Kejadian ini menunjukkan bahwa paparan ideologi radikal terorisme tidak mengenal status dan tingkat pendidikan. Infiltrasi paham ini telah lama masuk dalam sektor pendidikan dari berbagai celah yang diabaikan lembaga Pendidikan.

Pengamat Pendidikan Nasional, Darmaningtyas, turut menyayangkan peristiwa tersebut. Ia menilai sejatinya radikalisme di kampus merupakan tanggung jawab semua pihak. Dan upaya pembenahannya tidak bisa hanya dibebankan pada kampus semata, namun institusi pendidikan secara keseluruhan.

"Itu bukan semata-mata tanggung jawab pihak kampus, tetapi juga institusi pendidikan secara keseluruhan, mulai dari SMP, SMA juga. Kalau doktrinnya di SMP dan SMA itu sudah kuat, ya tentunya ketika menjadi mahasiswapun juga mereka tidak bisa digoyahkan Jadi ini menjadi tanggung jawab bersama,” ujar Darmaningtyas di Jakarta, Rabu (1/6/2022).

Dirinya melanjutkan, tidak ada yang salah dengan sistem penerimaan mahasiswa di kampus, karena pada dasarnya perguruan tinggi merupakan tempat yang dipenuhi dengan perebutan pemaknaan yang juga ingin dimenangkan oleh setiap kelompok atau golongan untuk bisa eksis.

"Saya kira kalau dalam proses penerimaannya itu tidak ada yang salah. Tapi saya katakan bibit-bibit itu sudah muncul sejak dulu. Di mana pasca-reformasi itu justru di kampus kampus negeri dikuasai oleh kelompok-kelompok yang cenderung ke kanan," tutur pria yang juga menjadi Pengurus Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS) Yogyakarta ini.

Darmaningtyas juga turut menyayangkan jika ada institusi perguruan tinggi yang cenderung meremehkan masalah radikalisme di lingkungan kampus. Menurutnya hal ini cenderung akan membuat mahasiswa terhegemoni oleh pandangan-pandangan yang radikal yang tidak disadari.

"Sebenarnya akan menjadi bahaya kalau masalah radikalisme di kampus ini dianggap remeh, didiamkan saja dan tidak ada counter wacana. Karena jumlahnya kan mungkin sedikit. Justru karena sedikit itu mereka menjadi militan," jelasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement