REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman mengatakan, tertangkapnya eks wali kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, pada OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap perizinan apartemen Royal Kedhaton, dinilai menjadi pintu masuk KPK di Yogyakarta.
“OTT ini bisa menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mereview lebih dalam, mengkaji, meneliti, segala macam bentuk pembangunan di Yogyakarta yang sangat masif,” ujar Zaenur.
Menurutnya, kasus OTT HS bisa jadi bukti bahwa pembangunan di Yogyakarta itu bermasalah. Salah satu masalahnya adalah kasus korupsi yang terjadi.
“Tanpa bermaksud untuk mendahului persidangan, menurut saya, OTT HS jadi bukti bahwa selama ini pembangunan di Yogyakarta sarat masalah. Salah satu masalahnya adalah korupsi,” katanya.
Selanjutnya, ia mengharapkan KPK tidak boleh berhenti pada kasus Haryadi saja. Zaenur menambahkan, bahwa kasus ini merupakan kasus yang strategis karena laporan kasus masuk ke KPK dari Yogyakarta mencapai puluhan.
“Kasus ini merupakan kasus strategis. Karena, KPK itu sudah memegang puluhan laporan kasus dari Yogya baik itu dari Kota Yogya maupun kabupaten lainnya. itu sudah ada laporan-laporan yang masuk ke KPK,” kata Zaenur.
Namun, ia juga menyayangkan atas dari banyaknya kasus yang masuk itu. Yakni kurangnya perhatian dari aspek penindakan oleh KPK.
“Seperti misalnya, dalam konteks perizinan hotel itu laporan sudah masuk dari 2012. Sudah diteliti berkali-kali, tetapi hingga saat ini KPK belum melakukan penindakan,” katanya.
Semula, Zaenur sudah menduga dalam pembangunan yang sangat masif di Yogyakarta ada izin yang bermasalah. Dugaan izin bermasalah serta pelanggaran hukum pun telah dilaporkan ke KPK.
“Sejak awal sudah ada dugaan masalah atas pembangunan di Yogyakarta yang bisa dikatakan gila-gilaan. Bahkan, dugaan bahwa perizinan banyak yang bermasalah sudah dilaporkan kepada KPK. Perizinan itu juga banyak yang diduga diiringi dengan adanya dugaan pelanggaran-pelanggaran hukum,” ungkap Zaenur.
Selain itu, menurut dia, nominal barang bukti dalam kasus OTT HS terbilang kecil, senilai USD 27.258 ribu, dan 50 juta. Namun, ia berharap dari kasus ini KPK bisa mengembangkan kasus-kasus lainnya.
“Memang kalau kita lihat dari nilai barang bukti, OTT HS ini barang buktinya relatif kecil untuk kasus korupsi. tapi ini bisa menjadi pintu masuk KPK untuk mengembangkan ke kasus-kasus lain, perizinan-perizinan lainnya,” katanya
Ia juga berharap KPK mengungkap izin lainnya. Kemungkinan, luas cakupan areanya tidak hanya dari kota saja. Namun, bisa merembet ke kabupaten lain katanya.
“Kalau itu dibongkar perizinan-perizinan lain saya pikir tidak hanya terbatas pada Kota Yogyakarta tapi juga kepada kabupaten lain di DIY. Sehingga KPK seharusnya bisa mengembangkan ke arah sana,” tegasnya.