REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Kelompok disabilitas perlu diberdayakan serta didorong agar mampu mengambil peran aktif dalam upaya mengentaskan Covid-19. Terlebih Indonesia sedang memasuki momentum transisi dari pandemi menuju endemi Covid-19.
Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pangarso Suryotomo mengatakan, paradigma masyarakat terhadap para penyandang disabilitas sudah saatnya harus diubah.
“Kita mestinya sudah memandang mereka (red; para penyandang disabilitas) sebagai subyek dalam urusan penanggulangan Covid-19 maupun dalam penanggulangan penyakit menular lainnya,” jelasnya dalam keterangan pers yang diterima Republika, Selasa (7/6/2022).
Untuk itu, jelasnya berbagai kegiatan yang dapat mendorong terbukanya akses para penyandang disabilitas terhadap proteksi dari bencana non alam yang lebih luas harus terus dilakukan, baik secara fisik maupun nonfisik.
Salah satunya adalah melalui Semiloka tentang Peningkatan Pengetahuan tentang Komunikasi Risiko Seputar Krisis Kesehatan bagi Penyandang Disabilitas di Jawa Tengah, yang baru- baru ini digelar Unit Layanan Inklusif Disabilitas (LIDi) BPBD Provinsi Jawa Tengah bersama Lembaga Kemitraan Pemerintah Austalia Indonesia untuk Kesehatan (AIHSP) di Semarang.
“Karena proses peralihan dari pandemi menuju endemi memerlukan dukungan komunikasi risiko yang berkelanjutan, terutama bagi kalangan penyandang disabilitas di negeri ini,” tegas Pangarso.
Sementara itu, Kepala Bidang Logistik dan Peralatan BPBD Provinsi Jawa Tengah, Alexander Armin Nugroho SHut MEng mengatakan, saat ini di Jawa Tengah terdapat 126.000 orang penyandang disabilitas.
Baik disabilitas fisik, netra, tuli maupun disabilitas intelektual. Merespon problem kesehatan yang berkembang di masyarakat, mereka juga membutuhkan materi komunikasi mengenai risiko dari ancaman Covid-19.
Komunikasi risiko bertujuan untuk memberikan informasi yang terkini dan terpercaya Sehingga kelompok disabilitas dapat mengambil keputusan terbaik untuk dirinya, termasuk mendukung perubahan perilaku kepada pencegahan dan pengendalian penyakit menular (wabah).
“Perubahan perilaku masyarakat dalam merespon suatu wabah penyakit tidak mungkin terjadi secara tiba- tiba dan tidak bisa tercapai jika belum melalui berbagai proses,” jelasnya.
Terpisah, Team Leader AIHSP, John Leigh mengatakan, Indonesia sedang mengalami proses transisi situasi pandemi menuju endemi. Sehingga, pengendalian Covid-19 akan menjadi kunci utama keberhasilan.
Maka komunikasi risiko berperan besar untuk mencapai tujuan tersebut dan harus disampaikan kepada semua pihak, termasuk kepada penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya.
“AIHSP mendukung penyampaian informasi yang berbasis komunikasi risiko kepada penyandang disabilitas oleh Pemerintah Jawa Tengah. Karena akan memberikan pemahaman dan rekomendasi mengenai Komunikasi Risiko yang sesuai bagi kelompok disabilitas dan kelompok rentan mencegah merebaknya kembali Covid-19,” katanya.
Maka unit Layanan Inklusif Disabilitas (LIDi) BPBD berperan sangat penting dalam aktualisasi data disabilitas, khususnya pada fase pra dan pasca kebencanaan.
Sebagai kelompok rentan, penyandang disabilitas perlu mendapatkan perhatian khusus dan Unit LIDi diharapkan bisa melakukan penanganan bencana – termasuk krisis kesehatan – yang melibatkan kelompok disabilitas. “Sehingga perannya akan lebih inklusif,” tandasnya.