REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- PT Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB) melaluia Unit Pembangkitan Brantas menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) menggunakan metode Ground Based Generator (GBG) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas di Malang. TMC atau hujan buatan tersebut dimaksudkan untuk mendongkrak bauran energi terbarukan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) daerah setempat.
General Manager PT PJB Unit Pembangkitan Brantas Mochamad Fauzi Iskandar menyatakan, sejauh ini masyarakat hanya mengenal TMC menggunakan pesawat dengan cara menyemai natrium klorida (NaCl) ke dalam awan melalui udara. Padahal ada metode TMC terbaru yakni dengan menghantarkan bahan semai berupa flare ke dalam awan dari darat di hulu DAS Brantas yang topografi wilayahnya pegunungan dan perbukitan.
"TMC GBG ini teknologi yang lebih pas saat ini. Kami memaksimalkan TMC dengan mengoptimalkan kondisi di wilayah sekitar. Ini kemajuan teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perhatian khususnya dari pemerintah," kata Fauzi, Selasa (14/6/2022).
Pengaplikasian TMC GBG dilakukan pada 6 hingga 17 Juni 2022 sebagai upaya menjaga kontinuitas suplai air waduk khususnya memasuki musim kemarau. Upaya ini dilakukan dengan tetap berpedoman terhadap Rencana Alokasi Air Tahunan (RAAT) yang telah ditetapkan untuk memastikan volume air baku tetap terjaga secara kontinu.
Fauzi menyatakan, pihaknya berkoordinasi dengan Polres Malang untuk menempatkan bahan semai flare pada tower GBG yang sudah dibangun oleh PJB di wilayah pegunungan sejumlah Kecamatan di Kabupaten Malang, tepatnya di Wajak, Wagir, Tumpang, dan Karangploso. Kemudian untuk lainnya ditempatkan di Gunung Panderman, Desa Pesanggrahan, dan Kota Batu.
Adapun proses penyemaian awan menggunakan flare ini akan dilakukan di 5 (lima) lokasi wilayah Kabupaten Malang dan Kota Batu berdasarkan hasil analisis cuaca oleh BRIN. Terkait pelaksanaan TMC di DAS Brantas tahun 2022, Fauzi mengaku sudah mendapatkan izin dari Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa pada April 2022.
PJB juga diakuinya sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar tower GBG. Hasil TMC memasuki musim kemarau ini diharapkan memberikan manfaat menambah pasokan air baku, serta membantu irigasi pertanian rakyat seluas 101.180 hektare, dan PLTA setara 1 miliar kWh per tahun.
"TMC GBG ini lebih murah dibandingkan TMC menggunakan pesawat. Nilai positifnya ialah efisiensi penggunaan sumber daya serta fleksibel dalam pelaksanaanya" ujarnya.
Fauzi mengatakan implemetasi TMC GBG di PT PJB UP Brantas ini merupakan hasil kolaborasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Perum Jasa Tirta I. Kerja sama yang dilakukan juga sebagai upaya progresif untuk mendukung energi hijau berkelanjutan, menanggulangi perubahan iklim, mengurangi dampak pemanasan global, sekaligus mereduksi kerugian bencana akibat faktor iklim dan cuaca.
Fauzi mengatakan, TMC GBG menjadi salah satu solusi yang bisa diandalkan untuk program konservasi sumber daya air guna menunjang kontinuitas ketersediaan air sebagai energi primer PLTA. Upaya ini juga dapat diterapkan dalam menjaga ketahanan energi dan pangan nasional melalui kontinuitas air baku, irigasi, dan PLTA. Hal serupa juga direncanakan akan diterapkan di PLTA Cirata yang berlokasi di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.