Rabu 15 Jun 2022 17:05 WIB

340 Pengasong Kawasan Borobudur Tergusur, LBH Yogya Beri Pendampingan

Banyak pengasong yang terpaksa beralih pekerjaan.

Rep: c02/ Red: Yusuf Assidiq
Beberapa perwakilan pedagang asongan di kawasan wisata Borobudur menemui LBH Yogya untuk beraudiensi.
Foto: Muhammad Noor Alfian
Beberapa perwakilan pedagang asongan di kawasan wisata Borobudur menemui LBH Yogya untuk beraudiensi.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -– LBH Yogyakarta akan memberikan pendampingan kepada 340 pedagang asongan yang tergusur dari kawasan 2 Candi Borobudur. Penggusuran ini dampak dari kebijakan PT Taman Wisata Candi (TWC) atas pedagang asongan yang memiliki izin berjualan.

Penasehat hukum LBH Yogyakarta, Lalu Salim Iling Jagat, mengatakan pihaknya akan melakukan audiensi pada TWC. Ia menerangkan langkah non litigasi ini diambil untuk mendampingi pengasong dengan PT Taman Wisata Candi sebagai pengelola kawasan 2 Borobudur.

"Pedagang asongan ini sebelumnya digusur dan dipindahkan ke tempat parkir tanpa ada musyawarah. Mereka juga sudah legal karena mempunyai Kartu Izin Berdagang (KIB)," jelasnya pada Rabu (15/6/2022).

Jagat menilai langkah penggusuran pedagang asongan oleh PT Taman Wisata Candi termasuk diskriminasi dan pelanggaran HAM. "Diskriminasi jelas ditujukan pada asongan karena dilarang berjualan padahal punya izin, sedangkan ada korporasi menengah ke atas masih aktif berjualan," katanya.

Seperti diungkapkan Basirun, salah satu perwakilan pedagang asongan, larangan berjualan mulai pada April lalu. "Kami diundang oleh pihak PT, awalnya kami mengira bahwa akan ada rapat soal berjualan menyambut libur Lebaran, tapi ternyata malah dilarang dan dipindahkan ke tempat parkir," ungkapnya.

Dampaknya, banyak pengasong yang terpaksa beralih pekerjaan. Menurut Basirun, beberapa lebih memutuskan untuk bekerja sebagai tukang atau kuli harian dan ada yang serabutan.

"Beberapa terpaksa alih profesi karena tuntutan menafkahi keluarga, namun untuk ibu-ibu, mereka kesulitan untuk mencari pekerjaan lainnya, padahal kebanyakan dari mereka itu tulang punggung keluarga," keluhnya.

Ia lantas menjelaskan alasan beberapa pengasong beralih profesi karena pendapatannya turun drastis. "Omzet menurun drastis, biasanya kami dapat Rp 100 ribu. Tapi sekarang dapat Rp 10 ribu per hari sudah bagus," keluhnya.

Sebelumnya, pengasong dilarang berjualan karena ada kebijakan dari pemerintah terkait penanganan covid. Basirun mengatakan pihak asongan menyanggupi kebijakan itu  sebagai bentuk kepedulian sekaligus mengurangi penyebaran virus.

"Dulu alasan pelarangannya karena alasan covid. Kami menoleransi itu untuk menghentikan penyebaran virus. Namun, malah kita disuruh berjualan di parkiran," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement