REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar komunikasi politik Fisipol UGM sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Presidential Studies (IPS) Nyarwi Ahmad mengatakan pergantian dua orang menteri dan pengangkatan tiga orang wakil menteri yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada hari Rabu (15/6/2022) lalu lebih merupakan upaya untuk mengakomodasi kepentingan partai politik pendukung pemerintah masuk ke jajaran kabinet. Itu merupakan alasan di luar memperbaiki kinerja Kementerian Perdagangan yang selama ini dinilai belum berhasil dalam mengatasi persoalan kenaikan dan kelangkaan harga minyak goreng.
"Nuansa akomodasi politik di sini cukup nyata, karena pergantian Mendag dari Muhammad Lutfi ke Zulkifli Hasan selaku ketua umum PAN di situ tentu ada akomodasi politik, belum lagi wamen (wakil menteri-Red) dari PSI, PBB dan PDIP," kata Nyarwi dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (16/6/2022).
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo melantik Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sebagai Menteri Perdagangan, Mantan Panglima TNI Hadi Tjahjanto sebagai Menteri ATR/BPN. Lalu Anggota Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni sebagai Wamen ATR, Sekjen Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Noor sebagai Wakil Menteri Tenaga Kerja, dan Politikus PDIP Jhon Wempi Wetipo sebagai Wakil Menteri Dalam Negeri.
Selain Zulkifli Hasan, kata dia, tiga orang wamen yang dilantik oleh Jokowi merupakan bagian dari representasi dari partai politik pendukung pemerintah, meskipun PSI dan PBB merupakan partai yang tidak memiliki anggota legislatif di parlemen. “Masuknya Afriansyah Noor bagian dari PBB, bukan PAN saja yang diakomodasi tetapi partai lain yang tidak memiliki kursi di DPR atau parlemen,” ungkapnya.
Namun pergantian menteri ATR/BPN Sofyan Djalil ke Hadi Thahjanto menurut Nyarwi, makin menegaskan bahwa Presiden memperkuat para menteri yang selama ini dekat dengan Presiden Joko Widodo. "Pak Hadi termasuk sudah lama dekat dengan Presiden Jokowi. Artinya Presiden memperkuat barisan orang-orang yang selama ini sudah dekat," jelasnya.
Pergantian menteri lebih dominan dari sisi akomodasi masuknya partai politik bergabung dalam jajaran kabinet, kata Nyarwi, namun pergantian menteri perdagangan sebagai jawaban pemerintah atas kritik dari masyarakat terhadap lemahnya kinerja Kemendag dalam mengatasi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Apalagi ditemukannya kasus korupsi di internal Kemendag soal izin penerbitan ekspor CPO.
"Dari sisi kinerja, bisa dikatakan ada berbagai kritik kegagalan Mendag menangani minyak goreng. Tetapi posisi Mendag digantikan dari kalangan politisi belum tentu juga ada jaminan efektivitas. Meskipun ada sisi positifnya dari dukungan politik bisa digunakan dalam pengelolaan perdagangan, tetapi kepentingan politik dalam kementerian perdagangan makin menguat,” paparnya.
Sementara pengangkatan Hadi Tjahjanto di Kementerian ATR/BPN, memiliki tugas untuk melakukan percepatan reformasi agraria yang selama ini selalu disertai persoalan konflik pertanahan. Padahal pertanahan dan tata ruang ini menurut Nyarwi sangat penting dalam pengelolaan sumber daya alam di tengah ancaman krisis pangan yang melanda dunia sekarang ini.
"Artinya peran pak Hadi dari latar militer Angkatan Udara punya perspektif lain dalam memperkuat ketahanan pangan dan posisi geopolitik Indonesia di tengah krisis perang Rusia dan Ukraina serta menguatnya ekspansi Cina dalam konflik perbatasan di Laut Cina Selatan,” katanya.