REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), Imam Pituduh, menyebut politik identitas merupakan bahaya laten yang perlu diwaspadai bersama terutama menjelang momentum politik yakni Pilpres 2024. Hal itu disebabkan politik identitas dapat menjadi akselerator bagi rontoknya konstruksi sosial yang melahirkan konflik horisontal berkepanjangan.
"Bahaya laten politisasi agama perlu kita waspadai bersama-sama. Karena politik identitas dan agama yang dipolitisir adalah formula yang sangat mudah untuk melakukan radikalisasi dan penyesatan masyarakat," ujarnya beberapa waktu lalu.
Dirinya melanjutkan, sikap pembiaran terhadap politik identitas justru membuka lebar-lebar bagi berkembangnya permainan semu (shadow game) yang menjajah cara berpikir masyarakat dan seakan-akan adalah hal yang lumrah, sehingga praktik yang demikian juga digunakan oleh oknum berkepentingan sebagai komoditas yang menjanjikan.
"Politik yang dibungkus agama selalu menjadi komoditas yang favorit untuk diperdagangkan di masyarakat yang mayoritas religius. Dalil-dalil agama selalu dijadikan justifikasi untuk mengambil langkah-langkah politik bagi mereka yang menjajakan politik identitas dan menggoreng agama sebagai komoditas," tutur pria yang kerap disapa Gus Imam ini.
Tidak hanya itu, pria yang menyutradarai film 'Super Santri: Konspirasi Menguasai Negeri' ini juga melihat, praktik politik identitas kian diperparah pasca perubahan kehidupan sosial masyarakat yang lekat dengan media sosial, Serangan dan bombardir isu politisasi agama dan ideologisasi radikal juga bergerak masif melalui jalur online.
"Para buzzer dan robot kelompok radikal selalu berusaha bergerak secara masif menguasai jalur digital. Mereka menggunakan neuroscience untuk membidik dan mempengaruhi anak muda dan para pemilih mayoritas, agar dapat dipengaruhi, diinfiltrasi dan dikendalikan alam bawah sadar dan lifestyle masyarakat," jelasnya.
Sehingga, guna mewaspadai dan mempersiapkan masyarakat dari maraknya isu politik identitas ke depannya, dirinya menilai perlu digelolarakan pemahaman terhadap isu politisisasi agama dan wawasan kebangsaan agar masyarakat memiliki imunitas dan daya dobrak untuk melawan segala bentuk ideologisasi radikal dan politisasi agama yang seiring sejalan.
“Masyarakat sebagai garda depan perlawanan harus di perkuat dalam kesatuan komando dan dilapisi dengan imunitas wawasan kebangsaan yang kuat dan dipersenjatai dengan pemahaman keagamaan yang moderat, ramah, damai, dan toleran. Karena Perlawanan ini tidak bisa sendiri sendiri," ujar mantan Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Wasekjen PBNU) ini .