REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Indonesia telah menjadi net-importir minyak bumi selama 20 tahun terakhir. Kondisi tersebut terjadi akibat tingginya konsumsi minyak nasional yang tidak disertai dengan peningkatan produksi minyak dalam negeri.
Dosen Teknik Geologi FT UGM, Salahuddin Husein mengatakan, eksplorasi sumber-sumber minyak baru hingga saat ini masih terus dilakukan. Meski begitu, upaya-upaya tersebut belum mampu menutup kebutuhan minyak dalam negeri.
Eksplorasi terus berjalan menambah potensi cadangan migas dan membuka lapangan migas baru. Juga eksploitasi pengangkatan migas dari lapangan, namun belum tutupi kebutuhan dalam negeri yang saat ini sudah dua kali produksi migas nasional.
Per 1 Januari 2019, Ditjen Migas ESDM 2019 mencatat cadangan minyak bumi 3.774,6 juta standar barel. Ada 68 persen cadangan terbukti dan sisanya terduga. Data SKK Migas 31 Desember 2021, cadangan terbukti minyak Indonesia 2.360 juta barel.
"Kemampuan produksi minyak bumi nasional sekitar 800.000 barel per hari. Dengan cadangan terbukti di atas, diperkirakan hanya akan bertahan diambil hingga delapan tahun ke depan saja hingga 2029," kata Salahuddin, Jumat (24/6/2022).
Untuk meningkatkan produksi minyak, pemerintah perlu langkah strategis, salah satunya memikirkan cara menarik investor. Misal, merancang insentif investasi yang menarik, mempermudah peraturan dan memberikan kepastian terkait regulasi.
Selain itu, pemberian insentif pengembangan energi baru terbarukan (EBT) untuk mengurangi beban impor minyak bumi Indonesia. Kemudian, langkah strategis dari sisi teknologi dan geologi dengan efisiensi teknologi lapangan migas.
Pengangkatan minyak batuan dalam tanah tidak bisa 100 persen terambil, biasanya menyisakan sebagian besar cairan minyak yang menempel di batuan. Sehingga, diperlukan pengembangan teknologi pengangkatan minyak yang efisien.
Lalu, membuka studi-studi eksplorasi migas menjadi lebih terbuka salah satunya dengan melibatkan lebih banyak perguruan tinggi. Tantangan pun sangat besar, Salahuddin menyebutkan hampir sebagian besar cadangan sulit untuk diambil.
"Cadangan yang ada terletak di tempat yang sulit dijangkau atau sangat dalam, rata-rata di lautan yang dalam, sehingga memerlukan dana besar dan teknologi tinggi," ujar Salahuddin.
Secara umum, eksplorasi migas di Indonesia dikelompokkan jadi Indonesia barat (Kalimantan-Jawa-Sumatera) dan Indonesia timur (Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara). Barat sifatnya telah jenuh eksplorasi yang telah banyak eksplorasi.
Namun, hasilnya belum bisa menemukan cadangan raksasa kembali. Sedangkan, di Timur masih sangat terbuka potensi eksplorasinya. Eksplorasi masih sedikit, sehingga kini investasi eksplorasi migas diarahkan di Kawasan Indonesia timur.
"Terutama, setelah penemuan potensi gas raksasa di Lapangan Abadi, lepas pantai Kabupaten Maluku Barat Daya," kata Salahuddin.
Dari fakta dan data tersebut, dirasa sulit bagi mereka untuk menutup kebutuhan minyak harian. Harus mampu menjaring dua kali lipat jumlah modal dari yang ada saat ini, mengembangkan dan menerapkan teknologi yang dua kali lebih efisien.
"Serta, penataan birokrasi dan regulasi yang dua kali lebih ramah terhadap investasi eksplorasi migas," ujar Salahuddin.