REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Aksi pelecehan seksual di stasiun dan kereta api menjadi perhatian khusus PT Kereta Api Indonesia (Persero) sejak adanya penumpang KA Argo Lawu yang melaporkan dilecehkan dalam perjalanan. Dalam kampanye antipelecehan seksual yang dilakukan oleh KAI Daop 5 Purwokerto, pihak KAI mengimbau agar penumpang untuk selalu melaporkan apabila terjadi insiden pelecehan.
VP Daop 5 Purwokerto, Daniel Johannes Hutabarat mengatakan, PT KAI selama ini sudah sering melakukan sosialisasi mengenai antikekerasan dan pelecehan seksual di kereta api. Ia menegaskan agar para penumpang yang mendapati kejadian tidak menyenangkan semacam ini untuk segera melaporkan kepada petugas, seperti yang telah dilakukan oleh penumpang KA Argo Lawu.
"Jika salah satu penumpang kita mengalami ini, tenang dulu kemudian laporkan ke kondektur atau polsuska. Bisa melalui nomor ponsel petugas yang terpasang di dinding setiap gerbong atau ke WhatsApp center kita ke 121," ujar Daniel dalam kampanye antipelecehan seksual di Stasiun Purwokerto, Rabu (29/6/2022).
Daniel menegaskan pelaku pelecehan seksual akan mendapatkan sanksi tegas dari PT KAI, seperti blacklist, dan melaporkan kepada pihak yang berwajib. Untuk itu, ia mengimbau agar masyarakat dan penumpang saling menghormati dan menghargai di dalam lingkungan stasiun dan kereta api.
Kondektur Wisnu Dwi Prasetyo menceritakansaat mendapat laporan pelecehan oleh penumpang di KA Argo Lawu relasi Solo Balapan - Gambir, ia segera berupaya memastikan agar korban segera dipindahkan dari tempat duduk yang bersebelahan dengan pelaku. Saat itu, ketika mendapatkan laporan dari seorang penumpang atas ketidaknyamanan dengan penumpang sebelahnya, korban tidak mengutarakan alasan jelasnya, sehingga ia tidak bisa langsung memindahkan karena kondisi kereta yang penuh.
"Saat itu karena penuh jadi belum bisa dipindahkan, korban juga tidak langsung jujur mengenai alasannya, hanya merasa kurang nyaman dengan penumpang sebelahnya. Setelah ada kursi yang kosong, korban pindah gerbong," ungkap Wisnu.
Kemudian ketika mendapatkan penjelasan dan barang bukti, petugas KA segera melakukan langkah-langkah berupa teguran dan memastikan penumpang yang melecehkan tersebut dicekal (blacklist) dari kereta api. Ini untuk memberikan efek jera dan mencegah pelaku melakukan hal yang serupa di kemudian hari.
Kepala UPTD PPA Kabupaten Banyumas, Siti Tarwiyah SE, menjelaskan berdasarkan UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual bahwa kekerasan seksual dapat terjadi dalam bentuk fisik dan non fisik dengan hasrat seksual yang berkaitan dengan bagian tubuh seseorang dan membuat seseorang tidak nyaman, terintimidasi, dan dipermalukan. Di samping itu, UU ini juga menegaskan pelecehan non fisik atau dalam bentuk verbal juga dapat dipidanakan.
"Non fisik bisa berupa secara verbal, perilaku menggoda yang berbau seksual, berkelakar seksual juga termasuk pelecehan seksual. Termasuk meremehkan gambar perempuan," jelas Siti Tarwiyah.
Menurutnya, kekerasan seksual masih menjadi hal yang memalukan atau aib bagi korban, sehingga harus banyak sosialisasi dan kampanye anti pelecehan seksual agar masyarakat paham bahwa kejadian seperti ini harus segera dilaporkan.
Kanit PPA Polres Banyumas Ipda Metri Zul Utami menegaskan di bawah undang-undang yang baru, pelaku kekerasan seksual mendapatkan ancaman hukuman yang lebih berat. Sebelumnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), pelecehan seksual dengan ancaman kekerasan yang dapat dipidanakan.
Saat ini di bawah UU TPKS, lanjut Metri, perbuatan dengan tujuan merendahkan martabat seseorang juga termasuk pelecehan dan dapat diperkarakan. "Ancaman hukumannya yang tadinya sembilan tahun penjara menjadi 12 tahun. Untuk non fisik, ancaman hukuman sembilan bulan penjara. Kasus seperti penumpang KA Argo Lawu itu bisa dilaporkan karena ada unsur merendahkan martabat," jelas Metri.
Sementara itu untuk pelecehan terhadap anak-anak, ancaman hukumannya lebih berat, yakni minimal 15 tahun penjara. Ini berlaku bagi kategori usia 0-17 tahun. Lebih lanjut Metri menjelaskan, unsur pelecehan seksual juga dapat terjadi dalam hubungan pacaran, meski suka sama suka.
Untuk itu, ia mengimbau agar para orangtua yang memiliki anak remaja untuk mengedukasi putra-putri mereka, termasuk pelecehan yang terjadi ketika berpacaran. "Untuk anak di bawah umur tetap menjadi masalah. Walaupun sama-sama remaja itu tetap pelanggaran, apalagi dewasa dan remaja," kata Metri.
Apabila terjadi indikasi pelecehan seksual, Metri mengimbau agar masyarakat segera melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib. Nantinya Unit PPA akan memberikan konsultasi dan pendampingan pada korban selama kasus diproses oleh penegak hukum.