REPUBLIKA.CO.ID, KEDIRI -- Pemerintah Kota Kediri, Jawa Timur, mengajak kader pembantu petugas keluarga berencana kota (PPKBK) ikut aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat sebagai upaya pencegahan stunting (kekerdilan) pada anak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Kediri Sumedi mengemukakan pihaknya memang melibatkan PPKBK serta Sub PPKBK untuk sosialisasi pentingnya pemenuhan gizi bagi anak demi mencegah stunting. Hal ini dilakukan guna mendukung program pemerintah untuk bebas stunting.
"Kami ingin menjadikan momen Hari Keluarga Nasional (Harganas) ini bebas stunting. Pemerintah Pusat menargetkan untuk 2024 angka stunting dapat turun 14 persen secara nasional," katanya.
Ia menambahkan dalam program itu memang sinergi dilakukan lintas sektoral termasuk di DP3AP2KB Kota Kediri. Para kader juga diharapkan rajin melakukan sosialisasi dengan cara berkunjung ke rumah warga.
"Saya meminta kepada seluruh kader agar lebih sering berkunjung dari rumah ke rumah untuk mengedukasi masyarakat mengenai stunting," katanya.
DP3AP2KB Kota Kediri menyelenggarakan kegiatan jambore bertempat di kompleks wisata Goa Selomangleng, Kota Kediri, yang diikuti para kader PPKBK serta Sub PPKBK Mojoroto, Kota Kediri.
"Saya sangat mengapresiasi sekali, semoga kegiatan ini menjadi penyemangat untuk para peserta dalam upaya mencegah stunting di Kota Kediri," kata dia.
Ia juga mengajak semua pihak terkait untuk bekerja sama untuk mewujudkan target Kota Kediri yaitu 2024 Kota Kediri bebas stunting.
"Kolaborasi dengan semua lintas sektor sehingga bisa mendeteksi lebih dini apabila ada temuan stunting. Masyarakat juga harus diberikan edukasi agar peduli bahwa mencegah stunting tidak hanya soal pemenuhan gizi, sanitasi bagus, dan air bersih tetapi juga pola parenting yang baik," kata dia.
Sekretaris Daerah Kota Kediri Bagus Alit sebelumnya mengungkapkan dari 2019 hingga 2021 prevalensi stunting di Kota Kediri terus mengalami kenaikan sehingga stunting yang identik dengan permasalahan kesehatan masyarakat kelas menengah bawah, kini juga dapat dialami oleh kelas menengah atas.
Menurut dia, berdasarkan data studi status gizi Indonesia, pada 2019 stunting di Kota Kediri sebesar 10,2 persen, selanjutnya pada 2020 sebesar 12,7 persen dan di 2021 sebesar 15,7 persen.
"Penyebab stunting pun tidak hanya terbatas pada kemiskinan dan akses pangan saja, namun saat ini juga bisa dipengaruhi oleh multidimensional seperti pola asuh, pemberian makan pada balita, dan kondisi sanitasi di rumah," ujarnya.
Pihaknya juga menambahkan dampak stunting yang dapat terjadi cukup banyak seperti terpengaruhnya tumbuh kembang dan kognitif anak, kesulitan belajar, hingga rentan terkena penyakit tidak menular seperti jantung, obesitas, dan hipertensi.
Kondisi ini bisa berakibat menghalangi aktivitas dan kemampuan anak untuk eksplorasi dan menjadi pribadi unggul, demikian Bagus Alit.