REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Nusakom Pratama Institute bekerja sama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur menggelar diskusi menyoroti kinerja Satgas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Aula PWI Jatim, Surabaya, Kamis (30/6/2022).
Diskusi bertema "Membincang Profesionalisme, Transparansi, dan Akuntanbilitas Satgas BLBI" itu digelar untuk menyikapi masih banyaknya pertanyaan dan kritik halayak terkait kinerja Satgas BLBI yang diberi mandat untuk menyelesaikan hak tagih negara atas kasus BLBI.
Hingga 31 Maret 2022, Satgas BLBI baru menyita aset obligor dan debitur BLBI sejumlah Rp19,16 triliun. Angka ini masih jauh dari target nilai aset eks BLBI yang diperkirakan mencapai Rp110,45 triliun berdasar data dari Lembaga Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
Ketua PWI Jatim, Lutfil Hakim psimistis Satgas BLBI mampu mengembalikan uang negara di tangan pihak lain, yang jumlahnya lebih dari 40 obligor tersebut.
"Upaya perdata yang selama ini telah dilakukan belum bisa memaksa obligor menuntaskan kewajibannya. Setidaknya ada dua lembaga serupa yang sebelumnya sudah dibentuk pemerintah untuk memburu aset BLBI namun gagal. Sebelumnya pemerintah sudah membentuk BPPN (Badan Penyehatan Pebankan Nasional) dan PPA (Perusahaan Pengelolaan Aset) tapi semuanya tidak berhasil,” kata Lutfil.
Bahkan menurut Lutfil, dalam menjalankan tugasnya, Satgas BLBI telah melakukan beberapa langkah keliru. Salah satunya menyita lahan yang diduga sebagai salah satu jaminan BLBI, padahal Presiden Joko Widodo telah membagikan sertifikat lahan tersebut kepada sejumlah masyarakat.
"Ada 'perampokan' besar-besaran terhadap uang negara. Pers harus menjadi watchdog yang mengawasi dan bisa mengkritisi karena menjadi tanggung jawab bersama," ujarnya.
Pakar Hukum Perbankan Universitas Airlangga (Unair), Nurwahjuni memaparkan materi BLBI dalam Perspektif Undang-Undang Bank Indonesia. Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini menjelaskan, Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen dalam melakukan tugas dan kewenangannya atau bebas dari campur tangan pemerintah.
Perempuan yang akrab disapa Ninis ini menambahkan, dana bantuan berbeda dengan pinjaman atau kredit sehingga tidak sama dalam penyelesaiannya. “Dana bantuan bukan suatu kredit. Jika kredit wajib dilunasi, bantuan tidak wajib dibayar kembali,” ujarnya.
Dalam beberapa kasus, Satgas BLBI disebut Nurwahjuni terkesan tidak berhati-hati karena ada beberapa aset perusahaan yang masih diatasnamakan pribadi. Satgas BLBI menurutnya harus bisa berpikir secara hukum. Jangan sampai digugat balik oleh pihak yang merasa dirugikan. "Salah satu yang siap menggugat Satgas BLBI adalah Tommy Soeharto," kata Nurwahjuni.
Pakar hukum tata negara Universitas dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya, Siti Marwiyah menyatakan, apa yang dilakukan Satgas BLBI saat ini adalah mengamankan terlebih dulu aset atau uang negara sebelum pelaku melarikan diri. Menurutnya, Satgas BLBI dibentuk akibat kegemasan Presiden Joko Widodo terhadap lemahnya sistem untuk mengambil kembali aset negara yang berada di pihak lain.
Hanya saja, perempuan yang juga menjabat Rektor Unitomo itu kurang setuju dengan cara Satgas BLBI dalam mengeksekusi aset milik obligor. "Seharusnya ada proses hukum sebelum mengeksekusi. Misalnya lelang, ada cara dan tata cara pelelangan. Tidak serta merta langsung disita," ujarnya.