Senin 04 Jul 2022 22:45 WIB

Zona Merah Penyebaran PMK di Kulonprogo Cakup 12 Kecamatan

Ada tiga hewan ternak yang dipotong paksa di wilayah Girimulyo.

Dokter hewan memeriksa kesehatan hewan ternak sapi untuk antisipasi penyakit mulut dan kuku (PMK).
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Dokter hewan memeriksa kesehatan hewan ternak sapi untuk antisipasi penyakit mulut dan kuku (PMK).

REPUBLIKA.CO.ID, WATES -- Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebutkan sebanyak 12 kecamatan berstatus zona merah penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK). Sehingga petugas kesehatan hewan mengintensifkan pengawasan lalu lintas hewan ternak dan penyemprotan disinfektan.

"Dari 12 kecamatan/kapanewon terdapat 88 desa/kalurahan, yang zona merah hanya 50 persen atau 44 desa, yang lain ada zona hijau dan kuning," kata Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo Aris Nugraha di Kulonprogo, DIY, Senin (4/7/2022).

Ia mengatakan sampai saat ini, total positif PMK di Kulonprogo sebanyak 768 kasus dengan rincian, jumlah hewan ternak yang mati sebanyak dua kasus, sembuh 393 kasus, sehingga sisanya kasus hewan yang masih positif ini 370 kasus.

"Kita bandingkan total angka yang sakit ini dengan populasi ternak kita ini hanya 0,35 persen," kata Aris.

Ia mengatakan awalnya hewan ternak di Kulonprogo yang mati akibat PMK hanya seekor domba di Pandowan, Galur. Hewan ternak itu temuan kasus PMK pertama di Kulonprogo dan dilaporkan mati pada 14 Mei 2022.

Kemudian hewan ternak yang mati bertambah lagi seekor sapi di Salamrejo pada Ahad (3/7/2022). "Sapi itu mati ketika mendapatkan pengobatan dari petugas kesehatan hewan setempat dikarenakan kondisinya lemah," ujarnya.

Selain itu, sebelum ada tiga hewan ternak yang dipotong paksa di wilayah Girimulyo karena positif PMK dan diobati tidak sembuh-sembuh. "Sehingga, pedagang hewan ternak tersebut memotong hewan ternak yang positif PMK tersebut dan dijual dalam bentuk daging," katanya.

Untuk menekan penyebaran PMK, DPP Kulonprogo terus mengawasi peredaran hewan ternak di wilayahnya. Saat ini, pihaknya dibantu 30 mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Hewan UGM sudah mulai melakukan pemeriksaan hewan kurban di tingkat pedagang yang mengajukan rekomendasi.

Sebab ada syarat administrasi yang harus dilengkapi oleh mereka yakni surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) jika hewan ternaknya berasal dari daerah lain.

Selain itu, lingkungan tempat hewan ternak berada dikelola dengan baik. Serta disediakan kandang untuk isolasi bagi hewan ternak yang bergejala.

"Sehingga skriningnya mulai dari pedagang lengkap baik menjelang hewan kurban disembelih. Bahkan setelah disembelih, kami juga melakukan pengecekan misalnya di hati ada cacingnya atau tidak," kata Aris.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement