REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Menjelang Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriyah serta di tengah maraknya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak berkuku belah, Muhammadiyah mengeluarkan beberapa tuntunan kepada masyarakat dalam menjalankan ibadah kurban pada tahun ini.
Ketua Divisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fuad Zein mengatakan terdapat empat kecacatan yang tidak sah untuk dijadikan hewan kurban, yaitu hewan tersebut mengalami kebutaan, sakit yang parah, pincang, serta kurus seperti tidak memiliki tulang sumsum.
"Terkait dengan PMK kalau di MUI (Majelis Ulama Indonesia-Red) itu ada kategorisasi, ringan, sedang, dan berat. Kalau NU (Nahdlatul Ulama-Red) ringan atau berat itu tidak layak menjadi hewan kurban. Sementara di Muhammadiyah, kita mengambil tengah-tengahnya. Jadi, hewan ternak yang sakit PMK tetapi ringan masih layak dijadikan binatang kurban tetapi harus berkonsultasi dengan dokter hewan yang berwenang dan dibuktikan dengan surat," jelas Fuad pada acara diskusi publik di Kantor PP Muhammadiyah, Rabu (7/6/2022).
Fuad mengatakan terdapat pendapat ulama yang menjelaskan apabila shahibul qurban membeli hewan kurban dari pedagang dan setelah itu sakit karena perjalanan maka harus dilanjutkan sebagai kurban. Namun, apabila sudah diketahui sakit tetapi tetap dibeli maka hal itu akan menjadi persoalan.
"Kalau ternyata hewan kurbannya sakit berat dan kemudian mati maka shahibul qurban telah mendapatkan nilai sebagai orang yang berkurban karena hal itu bukan karena kesalahan dia," jelasnya.
Fuad juga mengingatkan kepada para penyembelih hewan kurban untuk mengasah pisau hingga tajam agar tidak menyiksa hewan terlalu lama. Proses pengasahan pisau juga tidak boleh dilakukan di depan hewan yang akan disembelih.
Dalam penyembelihan hewan kurban harus ada empat saluran yang terputus, yaitu tenggorokan, kerongkongan, pembuluh vena, dan pembuluh arteri. Ia juga menjelaskan bahwa MUI secara tegas mengatakan empat saluran ini harus dipastikan terputus.
Menurut Fuad, selain harus menyiapkan pisau yang tajam, terdapat hal lain yang harus diperhatikan sebelum melakukan penyembelihan hewan kurban, yaitu terkait dengan posisi hewan yang akan disembelih.
Dalam literatur fikih hewan harus dibaringkan pada posisi lambung di sebelah kiri karena kebanyakan organ hewan kurban ada di sisi kiri sehingga lebih nyaman untuk hewan. Dengan begitu nantinya, kepala ada bagian selatan, ekor di bagian utara, kaki di sebelah barat, dan lehernya akan menghadap ke arah kiblat.