REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Bowo Pribadi/Jurnalis Republika
Green energy menjadi isu yang gencar dikampanyekan secara global, dalam satu decade terakhir. Seiring dengan semakin tingginya pemakaiaan/ konsumsi energi, kesadaran terhadap pengeloaan lingkungan yang bersih dan berkelanjutan pun menjadi kebutuhan dunia.
Hingga gerakan memanfaatkan sumber energi yang mampu menekan polusi dan dapat diperbarui (renewable) terus didorong dan dikembangkan, guna menekan pemanfaatan sumber energi dari fosil.
Indonesia pun terus mengupayakan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) guna turut menyelamatkan bumi, di beberapa sektor. Hanya saja, pemakaian bahan bakar batubara sebagai sumber energi di Indonesia masih cukup tinggi.
Khususnya di sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Salah satunya PLTU Tanjung Jati B, di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah yang menyumbang 12 persen total kebutuhan listrik Jawa- Bali.
Dalam rangka mendukung tata kelola pembangkit yang ramah lingkungan, PLTU berkapasitas 4 x 710 MW Gross ini telah mencanangkan program E-Green pada tahun 2012 yang implementasinya diwujudkan melalui penerapkan teknologi terbaru dalam mengurangi emisi pembakaran batubara.
“Misalnya dengan teknologi Flue Gas Desulfurization (FGD),” ungkap General Manager PLN (persero) Unit Induk Pembangkitan Tanjung Jati B (PLN UIK TJB), Hari Cahyono, di hadapan peserta Jelajah Energi Jawa Tengah 2022, baru- baru ini.
Dengan teknologi ini, jelasnya, menjadikan PLTU Tanjung Jati B mampu memanfaatkan keunggulan keekonomian batubara Sebagai bahan bakar yang murah namun tetap ramah bagi lingkungan.
Selain itu, PLTU Tanjung Jati B juga mampu melakukan optimalisasi pemanfaatan flay ash dan bottom ash (FABA) atau partikel halus (abu) sisa hasil pembakaran batubara hingga 90 persen serta pengurangan sebesar 126.252 meter kubik (m2).
FABA yang merupakan limbah B3 ini dimanfaatkan dan diolah menjadi material yang lebih bermanfaat. Seperti bahan campuran untuk industri semen, bahan paving block, batako, waterbreaker (tetrapod) dan lainnya.
Melalui berbagai upaya yang dilakukan ini, maka FABA tidak lagi menjadi limbah B3, karena PLTU Tanjung Jati B telah mengelola dan manfaatkannya menjadi bahan yang lebih berguna.
Di beberapa desa sekitar PLTU Tanjung Jati B juga dimanfaatkan warga untuk paving, bedah rumah dan material subtitusi perkerasan jalan desa. “Termasuk membantu penyediaan bahan bangunan di pondok pesantren,” jelasnya.
Meski begitu, kata Hari, secara rasio pemanfaatan FABA ini masih jauh jika dibandingkan negara- negara lain yang telah lebih dahulu memanfaatkan FABA untuk beton bahkan juga road base dan lainnya.
Karena itu, upaya untuk mengembangkan kerjasama pemanfaatan dengan pihak lain agar penyerapan FABA di landfill (tempat penimbunan) menjadi bahan yang lebih bermanfaat bisa didorong lagi. “Termasuk menambah alat produksi paving block dan batako,” tambahnya.
Sementara itu, PIC Gudang Pemanfaatan FABA untuk Produksi Pafing Block, PLTU Tanjung Jati B, Istajib menyampaikan, untuk saat ini prosedur pengolahan FABA ini harus sesuai dengan Surat Perintah Produksi (SPP) PLN UIK TJB.
Ada beberapa produk unggulan dari pemanfaatan FABA ini, yakni batako, paving block serta tetrapod. “Sesuai SPP, PLTU Tanjung Jati B mendapatkan tugas untuk memproduksi 2.600 – 2.800 buah per hari. Sedangkan batako mencapai 750- 800 buah per hari,” jelasnya.
Secara komposisi, lanjut Istajib, produksi paving block terdiri atas 30 persen FA (abu terbang), 40 persen BA (abu dasar) dan 30 persen semen. Sedangkan komposisi batako 40 persen FA, 30 persen BA dan 30 persen semen.
Ia juga mengakui untuk rasio pemanfaatan jika dibandingkan dengan FABA yang dihasilkan memang masih rendah. Namun begitu PLTU Tanjungung Jati B terus berupaya menambah kapasitas pemanfaatan limbah sisa pembakaran batubara ini. “Baik untuk konstruksi maupun untuk beton concret jalan,” lanjutnya.