REPUBLIKA.CO.ID,UNGARAN -- Kalangan pendidik kembali dibuat ‘mengelus dada’ dengan terungkapnya kasus tindakan asusila yang dilakukan oleh oknum guru terhadap peserta didik, di wilayah Kabupaten Semarang.
Mereka sepakat agar aparat kepolisian bertindak tegas dalam menangani kasus hukumnya. Karena tindakan oknum pendidik tersebut dapat mencoreng nama baik profesi guru, yang selama ini menjadi kepercayaan orang tua dalam mendidik putra- putrinya di sekolah.
Setidaknya ini diungkapkan oleh Kepala SMPN 3 Ungaran, Kabupaten Semarang, Sarbun Hadi Sugiarto menanggapi kasus dugaaan pelecehan seksual yang dilakukan seorang oknum guru di Ungaran dan kini ditangani aparat Polres Semarang.
Menurutnya, kasus tindak pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum guru di sebuah SD Negeri di Ungaran terhadap anak didiknya --beberapa waktu lalu—sangat mengundang keprihatinan kalangan pendidik.
“Kami, kalangan guru juga merasa resah, sebab selain bisa mencoreng nama baik profesi, juga bisa merusak kesehatan mental anak didik yang menjadi korban,” jelasnya, saat dikonfirmasi usai membuka Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SMPN 3 Ungaran, Senin (11/7/2022).
Sebagai seorang guru sudah seharusnya menjunjung tinggi etika profesi, terutama mengenai bagaimana dalam relasi antara pendidik dengan para peserta didiknya, terutama yang berlawanan jenis.
Perihal ini memang selalu ditekankannya, setiap briefing --sebelum mengajar—ia selalu menyampaikan kepada para guru untuk berhati- hati dalam mendampingi anak didiknya, baik di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
“Sebab –terkadang-- batas antara guru dengan siswanya ini ‘tipis’. Ini yang selalu kami tekankan, agar jangan sampai timbul persepsi macam- macam akibat kedekatan tersebut,” tegas Sarbun.
Tak hanya itu, kepada para siswa ia juga tidak segan- segan melapor jika merasa mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya. Baik itu berupa kekerasan verbal, fisik atau bahkan kekerasan/ pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru.
Ia meminta siswa untuk tidak takut melapor, dan setiap pelapor pasti akan didampingi oleh guru yang sesuai tugas pokoknya memang mendampingi para peserta didik.
“Dengan pihak/ lembaga di luar sekolah juga dilakukan kerjasama, baik dengan Puskesmas setempat dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Semarang,” jelasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kebudayaan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikbudpora) Kabupaten Semarang, Sukaton Purtomo menyampaikan, jajaran dinas selalu mewanti- wanti kepada para penyelenggara pendidikan untuk bisa melindungi anak didiknya dari segala bentuk tindak kekerasan.
Baik itu kekerasan verbal, fisik apalagi kekerasan seksual. Jangan sampai peserta didik mendapat perlakuan kekerasan di luar kendali. “Maka para guru harus bisa melindungi siswanya masing-masing,” jelasnya.
Terkait sanksi yang diterapkan kepada oknum pendidik yang telah melanggar hukum karena tindakan susila kepada peserta didik, Sukaton menegaskan bisa dijatuhi hukuman pemecatan dari statusnya sebagai seorang guru.
Dalam kasus yang kini ditangani Polres Semarang, tambahnya, oknum guru yang bersangkutan merupakan guru yang berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Sudah kami pelajari, yang bersangkutan adalah tenaga pendidik PPPK dan jika terbukti bersalah maka selain pidana juga bisa dipecat,” tandas Sukaton.
Seperti diberitakan sebelumnya, SS (36) seorang oknum pendidik di salah satu SD Negeri di Ungaran, Kabupaten Semarang harus berurusan dengan penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polres Semarang.
Oknum guru yang dimaksud diduga telah melakukan tindak pelecehan seksual etrhadap anak di bawah umur, K (14) yang tak lain adalah mantan muridnya sendiri.
Bahkan perbuatan itu dilakukannya sejak korban masih duduk di kelas V SD hingga saat ini korban telah duduk di bangku SMP. Kasus ini kini bergulir di ranah hokum dan ditangani oleh apparat Polres Semarang.