Jumat 15 Jul 2022 17:51 WIB

Mengaku Ditipu Pengembang Puluhan Warga Berharap Keadilan

Persoalan yang dihadapi warga berawal dari proses jual beli lahan siap bangun.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Muhammad Fakhruddin
Sejumlah warga RT 03/ RW 09 lingkungan Sapen, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat, memberikan penjelasan terkai persoalan jual beli lahan kavling siap bangun kepada wartawan, di lokasi lahan yang saat ini tengah menjadi persoalan antara mereka dengan pengembang, Kamis (14/7).
Foto: Istimewa
Sejumlah warga RT 03/ RW 09 lingkungan Sapen, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat, memberikan penjelasan terkai persoalan jual beli lahan kavling siap bangun kepada wartawan, di lokasi lahan yang saat ini tengah menjadi persoalan antara mereka dengan pengembang, Kamis (14/7).

REPUBLIKA.CO.ID,UNGARAN -- Puluhan warga di lingkungan Sapen, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang mengaku menjadi korban penipuan oleh seorang oknum pengembang.

Mereka meminta aparat penegak hukum segera turun tangan untuk memproses oknum pengembang yang diduga telah 'menilap' uang dan melanggar kesepakatan jual beli lahan tersebut.

Baca Juga

“Selain itu, warga juga ingin mendapatkan kepastian status aset yang selama ini telah mereka beli dengan susah payah,” ungkap Sumari, Ketua RT 03/ RW 09 lingkungan Sapen, kepada wartawan, Jumat (15/7/2022).

Ia menjelaskan, persoalan yang dihadapi warga berawal dari proses jual beli lahan (kavling) siap bangun, yang berlokasi di lingkungan RT 03/ RW 09 Sapen.

Sekitar tahun 2018, ada satu pengembang bernama Abdul Karim yang membuka dan menata lahan untuk kavling siap bangun di ligkungan Sapen, dengan nama Bumi Sapen Indah.

Luas lahan tersebut total mencapai 12.000 meter persegi dan disiapkan menjadi 95 bidang kavling siap bangun untuk dijual dan ditawarkan dengan proses pembayaran tunai maupun diangsur.

Sesuai perjanjian lahan bisa didirikan bangunan apabila proses pembayaran telah lunas. “Sehingga beberapa warga yang sudah melunasi pun telah mendirikan bangunan rumah,” jelasnya.

Belakangan, lanjut Sumari, ada pihak yang keberatan dan mengaku sebagai pemilik hak atas lahan seluas 12.000 meter persegi tersebut dengan bukti alas kepemilikan yang sah.

Pemilik hak lahan juga menjelaskan, awalnya memang pernah ada perjanjian antara pemilik hak tersebut dengan pengembang, jika lahan tersebut akan dibayar sebesar Rp 3,5 miliar dalam beberapa tahap setelah uang dari pembeli kavling siap bangun masuk.

Namun pengembang ternyata tidak memenuhi pembayaran tersebut hingga perjanjian tersebut digugat oleh pemilik lahan, hingga proses hukum berlanjut di tingkat kasasi yang mengabulkan gugatan pemilik lahan.

Di lain pihak, dari 95 bidang kavling siap bangun yang ditawarkan sudah terjual sebanyak 36 bidang di antaranya, dengan harga bervariasi. Mulai dari Rp 65 juta hingga Rp 100 juta, tergantung luasannya.

Bahkan empat bidang kavling di antaranya --saat ini-- juga sudah berdiri bangunan rumah dan telah ditempati oleh empat kepala keluarga (KK). “Namun dengan adanya persoalan dengan pengembang, pemilik lahan menganggap kepemilikan warga ilegal,” tegasnya.

Terlebih, pihak pengembang yang diminta pertanggngjawaban atas persoalan ini sama sekali tidak menunjukkan itikad baiknya, bahkan sekarang tidak diketahui keberadaannya. “Inilah yang membuat warga semakin resah,” tambah Sumari.

Hal ini diamini oleh warga lainnya, Lis Setyowati. Menurutnya, Abdul Karim selaku pengembang pernah didatangkan untuk bertemu dengan warga yang telah membeli kavling siap bangun.

Saat itu, yang bersangkutan menyatakan siap bertanggungjawab dan bersedia menyelesaikan permasalahan ini dengan membuat pernyataan tertulis di atas meterai. Namun, yang bersangkutan kini justru menghilang dan sulit ditemui.

“Kalau ditelpon susah, kalau di WA sekarang tinggalnya di mana tidak mau menjawab dan kalaupun mau menjawab hanya meminta kami untuk terus bersabar,” ungkapnya.

Akibat keresahan warga yang sudah memuncak, pada Desember tahun 2020 perwakilan warga melaporkan Abdul Karim  kepada aparat Polres Semarang. Namun sampai dengan saat ini, tindaklanjut dari laporan yang disampaikan warga ini belum jelas, sampai dimana prosesnya.

Saat ini, warga yang merasa menjadi korban penipuan ini juga berharap kejelasan status lahan yang sudah mereka beli. “Kalau tidak bisa menjadi milik kami, tentu pengembang harus mengembalikan uang yang sudah kami bayarkan,” tandasnya.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement