Rabu 20 Jul 2022 16:16 WIB

Kerja Sama Internasional, UII Gandeng UUM Malaysia dan BUFS Korea

Ketiga institusi diharap untuk saling belajar dan memperluas pengetahuan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Penandatanganan Implementation Agreement (IA) dilakukan di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir UII.
Foto: Dokumen
Penandatanganan Implementation Agreement (IA) dilakukan di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir UII.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (PSHI UII) terus berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran lewat kerja sama internasional. Kali ini dengan menggandeng Universiti Utara Malaysia dan Busan University of Foreign Studies.

PSHI UII menjalin kerja sama dengan Asian Institute of International Affairs and Diplomacy UUM dan Korean Institute for ASEAN Studies BUSF. Penandatanganan Implementation Agreement (IA) dilakukan di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir UII.

Naskah ditandatangani pimpinan-pimpinan terkait. Ada Kepala PSHI UII, Hangga Fathana, Direktur Asian Studies of International Affairs & Diplomacy UUM, Moh Zaki bin Ahmad, dan Direktur Korea Institute for ASEAN Studies BUSF, Kim Dong-Yeob.

Ke depan, kerja sama yang terjalin diharap bisa melibatkan dosen dan mahasiswa ketiga institusi untuk saling belajar dan memperluas pengetahuan. Apalagi, PSHI UII sebelumnya sudah pernah mengirim dosen untuk jadi profesor riset ke Busan.

Selain penandatanganan IA, dalam agenda tersebut turut digelar seminar ASEAN-Korea Relations: Progress and Opportunities. Prof Kim Dong Yeob menyampaikan, kerja sama ASEAN dan Korea Selatan telah terjalin selama beberapa dekade.

"Dan ditingkatkan melalui kebijakan New South Policy (NSP) yang diterapkan oleh Presiden Moon Jae-in. Kerja sama ekonomi dengan ASEAN menjadi salah satu dari 110 prioritas nasional Korsel pada masa Presiden Yoon Seok Yeol," kata Kim, Rabu (20/7).

Selain kerjasama dengan ASEAN, Korea Selatan turut menjalin kerja sama secara langsung dengan negara-negara di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Indonesia. Sejak Perdana Menteri Mahathir Mohamad menerapkan Look East Policy pada 1992.

Direktur Asian Studies of International Affairs & Diplomacy UUM, Moh Zaki bin Ahmad menilai, itu didasari Mahathir yang terkesima masifnya pertumbuhan ekonomi Korsel dan Taiwan. Ada pula Korean Wave yang memberikan dampak cukup besar.

Untuk menyukseskan kerja sama kedua negara, Mohammad Zaki menyatakan, tentu saja masih ada hal-hal yang harus ditingkatkan. Mulai transparansi dan akuntabilitas, penyediaan insentif fiskal, pajak yang jelas, dan peningkatan bidang-bidang lain.

"Peningkatan di bidang riset akademik dalam bidang manajemen, saintifik dan teknologi, mempromosikan dan memfasilitasi kerja sama akademik, membentuk cabang universitas Korea, dan institusi pendidikan tinggi Malaysia," ujar Zaki.

Kepala PSHI UII, Hangga Fathana menambahkan, kerja sama Korsel dan Indonesia bisa dilihat sebagai salah satu fenomena Middle Power Diplomacy yang dicetuskan Presiden Roh Tae Woo. Hal ini dilanjutkan melalui strategi diplomasi OECD.

Kemudian, membentuk East Asia Visión Group (EAVG), Sunshine Policy oleh presiden Kim-Dae Jung. Meski begitu, sampai saat ini Indonesia belum mendeklarasi secara resmi pendekatan middle power yang dipakai baik melalui pidato maupun laporan.

"Model kerja sama ini harus ditingkatkan karena beberapa alasan. Antara lain ketidakpastian masa depan di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur, serta sebagai upaya untuk menandingi kehadiran China sebagai kekuatan baru," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement