Jumat 22 Jul 2022 16:07 WIB

Memaknai Persatuan dari Keragaman Budaya

Keberagaman budaya Indonesia disatukan melalui gelaran IICF 2022.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Atraksi Fahombo atau lompat batu yang ditampilkan mahasiswa asal Nias, Sulawesi Utara, yang mengundang perhatian pengunjung International Culture Festival (IICF) 2022 yang dipusatkan di Lapangan Sepakbola Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Kota Salatiga, Jawa Tengah, 19 – 20 Juli 2022.
Foto: Istimewa
Atraksi Fahombo atau lompat batu yang ditampilkan mahasiswa asal Nias, Sulawesi Utara, yang mengundang perhatian pengunjung International Culture Festival (IICF) 2022 yang dipusatkan di Lapangan Sepakbola Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Kota Salatiga, Jawa Tengah, 19 – 20 Juli 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, SALATIGA -- Warga Kota Salatiga khususnya pengunjung International Culture Festival (IICF) 2022 yang dipusatkan di Lapangan Sepakbola Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), cukup beruntung. Sebab untuk bisa menyaksikan tradisi Fahombo atau tradisi lompat batu yang populer sebagai salah satu atraksi budaya khas Indonesia ini tanpa harus jauh-jauh datang ke pulau Nias, Provinsi Sulawesi Utara.

Mereka bisa menyaksikan langsung bagaimana sejumlah pemuda dengan kemahirannya mampu melompati batu setinggi dua meter ini di arena IICF 2022 yang dihelat selama dua hari (19 Juli- 20 Juli 2022).

Tak hanya tradisi Fahombo, ragam budaya khas dari berbagai suku di Tanah Air juga ditampilkan guna memeriahkan ajang festival budaya Nusantara yang sudah menjadi kalender kegiatan tahunan di kampus ini.

Ketua Panitia Penyelenggara IICF 2022, Viola Naduma Eirene mengungkapkan, kegiatan Pesta Budaya Nusantara ‘dari mahasiswa untuk mahasiswa dan warga Kota Salatiga’ kali ini cukup meriah.

“Karena pesta budaya ini kembali dapat digelar secara offline setelah sudah dua tahun kemarin harus harus dilaksanakan secara virtual akibat pendemi Covid-19,” ungkapnya, di Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (20/7/2022).

Mengusung tema ‘Akulah Elemen Budaya’, lanjut Viola, IICF 2022 kali ini ingin mengajak para  generasi muda harus bangga menjadi bagian bangsa yang kaya akan keragaman suku dan budaya dengan berbagai keunikannya.

Sehingga warna-warni budaya serta keragaman suku (kebhinekaan) dalam bingkai harmonisasi dan kerukunan ini menjadi kekuatan yang sangat luar biasa. “Perbedaan kita jadikan satu sehingga menjadi perpaduan bangsa yang indah,” tegasnya.

Ia juga mengungkapkan, sebanyak 23 etnis mahasiswa dan pelajar dari berbagai daerah di Nusantara ditambah perkumpulan mahasiswa asal Timor Leste yang ada di UKSW berpartisipasi dalam IICF 2022 ini.

Seperti mahasiswa dan pelajar Minahasa, Maluku, Sulawesi Tengah, Moloku Kie Raha, Sumatra Selatan, Sumba), Batak Toba, Batak Karo, Jawa, Ononiha, Sulawesi Tenggara, Talaud (se-Jawa Tengah dan DIY, Kalimantan Tengah).

Termasuk Perhimpunan Keluarga Kalimantan Salatiga, Mahasiswa Perantauan Lampung, Mahasiswa dan Pelajar Papua Barat, Keluarga Besar Bali, Mahasiswa Siswa Toraja, Etnis Simalungun.

Juga mahasiswa/pelajar Alor, Persaudaraan Ana’u Tolada, mahasiswa Sangihe, Nias. serta Parurukat Togat Mentawai. “Puluhan stan dengan berbagai pernak-pernik khas etnis dari Sabang sampai Merauke juga menyemarakkan IICF kali ini,” tambahnya.

Sementara itu, pada pesta budaya ini para pengunjung juga dapat melihat keragaman pakaian adat (termasuk yang dikenakan para ikon), replika rumah adat, aksesoris, dan pernak-pernik serta makanan khas dari masing-masing etnis.

Bahkan, pengunjung dapat mencicipi makanan yang disajikan secara gratis sambil menikmati pertunjukan berbagai tarian maupun musik khas daerah masing- masing.

Salah satunya stan Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Papua Barat (HIMPPAR) yang dihiasi dengan replika rumah adat Honai dari kayu dan atap jerami. Para kru stan juga mengenakan pakaian adat Papua.

Selain itu juga stan Persatuan Warga Sumba di Salatiga (PERWASUS) yang menampilkan miniatur rumah adat lengkap dengan kepala kerbau. Makanan khas ubi jalar yang dinikmati dengan sambal dan roe tak lupa disajikan.

Jordan dan Agia, mahasiswa yang menjadi ikon etnis ini menjelaskan banyaknya tanduk kerbau melambangkan status sosial dari pemilik rumah tersebut. “Dalam budaya Sumba, semakin banyak tanduk kerbau yang dipajang di depan rumah seseorang, diartikan dengan semakin tingginya status sosial seseorang,” kata Agia.

Winona (12), salah satu pelajar di Kota Salatiga mengaku sangat menikmati pesta budaya ini. Karena menjadi pengalaman dapat melihat keanekaragaman budaya Indonesia secara langsung.

“Banyak makanan yang dipamerkan, ada makanan dari luar Jawa yang mirip dengan makanan di sini. Walaupun aku belum pernah ke daerah lain di luar Jawa tapi aku bisa lihat makanan, baju adat, dan aksesorisnya di sini,” ujarnya.

Apresiasi atas gelaran IICF 2022 pun mengalir dari sejumlah pengunjung dan tamu yang hadir, salah satunya adalah Kasdim 0714/Salatiga, Kapten Inf Hermanus, yang mengaku bangga dapat menyaksikan keberagaman budaya Indonesia yang disatukan melalui pesta budaya ini.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Salatiga, Valentino Tanto Haribowo MM, juga dapat merasakan euforia dari kegiatan yang telah menjadi kelender tahunan di UKSW ini.

“Semoga kegiatan ini dapat berkelanjutan dan mampu menjadi daya tarik bagi Kota Salatiga. Sekaligus juga komitmen bahwa kita harus bergandeng tangan untuk tetap berkontribusi bagi bangsa ini,” tegasnya.

Vice President Djarum Foundation, FX Supandji yang turut menyaksikan IICF 2022, mengungkapkan telah menyaksikan representasi budaya dari etnis-etnis di Indonesia dalam hajat tersebut.

Ia melihat hal ini dikembangkan dengan baik oleh para mahasiswa. “Perpaduan dan harmoni yang indah menjadi keunggulan dari kegiatan ini,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement