REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menanggapi penolakan ceramah Ustaz Hanan Attaki yang terjadi di beberapa daerah di Jatim, seperti Jember dan Situbondo. Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim KH Ma'ruf Khozin menyatakan, penolakan tersebut bukan karena Hanan Attaki menyebarkan paham sesat melainkan karena dikhawatirkan akan bertentangan dengan tatanan dakwah yang sudah ada di daerah tersebut.
"Enggak (sesat), cuma metode. Kalau boleh jadi di satu provinsi cocok belum tentu di wilayah yang di sini pesantrennya ribuan, belum tentu cocok," kata Khozin di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu (27/7).
Khozin melanjutkan, penolakan yang terjadi di Jember dan Situbondo tersebut bukan mengartikan Hanan Attaki ditolak ceramah di seluruh daerah di Jatim. Sebab, kata dia, pada kenyataannya, di beberapa daerah di Jatim, Hanan Attaki masih diperbolehkan berceramah. Ia mencontohkan di Surabaya, di mana Hanan Attaki diperbolehkan menggelar kegiatan ceramahnya.
"Di beberapa daerah boleh. Di Surabaya diterima. Tergantung heterogen masyarakatnya," ujar Khozin.
Khozin menjelaskan, di Jawa Timur terdapat beberapa daerah yang religius, tingkat keilmuannya tinggi, pesantrennya banyak, serta ahli zikirnya. Maka ketika ada penceramah atau pendakwah yang berbeda kultur, dikhawatirkan akan bertentangan dengan tatanan yang sudah ada di daerah tersebut, sehingga mengganggu kondusivitas.
"Kalau terus tiba-tiba ada pendakwah yang berbeda kultur, beda cara, misalnya dakwah gaul. Dakwah gaul ini bagaimana? Sementara di wilayah Jatim yang sudah religius dikhawatirkan merusak tatanan. Kalau sudah baik tentu yang didatangkan yang lebih ahli seperti majelis zikir atau lainnya," kata Khozin.