REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejadian memprihatinkan kembali terjadi pada pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri. Kali ini, sebanyak 54 PMI disekap oleh salah satu perusahaan investasi bodong di Kamboja. Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyatakan bahwa kasus demi kasus PMI di luar negeri menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah pemerintah.
"Kami prihatin masalah PMI di luar negeri kembali terjadi menimpa sejumlah 54 WNI yang bekerja di Kamboja. Mereka bekerja melebihi batas waktu, di satu tempat dan dilarang keluar. Ini jelas melanggar hak-hak pekerja dan hak asasi manusia," kata Sukamta dalam siaran pers, Rabu (3/8/2022).
Sukamta mengungkapkan, Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang memberikan peran lebih besar kepada pemerintah pusat dan daerah untuk mengurus dan melindungi TKI sejak perekrutan. Namun, lima tahun setelah diundangkan masih saja terjadi kasus yang memprihatinkan.
Adanya UU Pelindungan PMI ini seharusnya pola kerja pemerintah berubah dari pemadam kebakaran penyelesai masalah di luar negeri menjadi fokus pada penyiapan, penyaringan ketat PMI, dan perusahaan penyalur PMI.
"Pemerintah harus lebih serius menangani delapan juta PMI yang setiap tahunnya mengirimkan remitansi lebih dari Rp 160 triliun. Jumlah ini menjadi penerimaan devisa terbesar kedua setelah penerimaan devisa dari sektor migas. Bahkan lebih besar dari tax amnesty jilid 1," katanya.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini pun memberikan beberapa masukan kepada pemerintah. "Pertama, koordinasi antar stakeholder ketenagakerjaan di Pemerintah harus diperkuat lagi. Kini Indonesia terpilih sebagai Anggota Reguler Governing Body (GB) International Labour Organization (ILO) periode 2021-2024 dari Government Electoral College. Seharusnya bisa dioptimalkan untuk perbaikan kondisi ketenagakerjaan Indonesia," kata anggota DPR dari daerah pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini.
Kedua, anggota Komisi I DPR RI ini mengingatkan pemerintah bahwa siapa pun yang bekerja di luar negeri legal maupun ilegal menjadi tanggung jawab pemerintah. Jika ada WNI menjadi PMI secara ilegal artinya proses penyaringan tenaga kerja di Indonesia masih lemah. Pemerintah dengan seluruh stakeholder bidang tenaga kerja harus bekerja lebih keras dan lebih cerdas.
Diberitakan sebelumnya, sebuah video viral di media sosial mengenai 54 WNI yang ditipu oleh perusahaan agen tenaga kerja Indonesia. Pada awalnya 54 PMI ini diiming-iming gaji 1.000-1.500 dolar AS atau sekitar Rp 15-22,5 juta (kurs 1 dolar AS + Rp 15 ribu). Para PMI bekerja selama 12 jam di gedung tujuh lantai dengan pengamanan yang ketat dan tidak diizinkan keluar dari area gedung.