Rabu 03 Aug 2022 21:48 WIB

Soal Siswi di Bantul Dipaksa Berhijab, Pengamat: Tak Perlu Diperdebatkan

Selama esensinya adalah menjaga etika karakter siswa yang semakin baik.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Muhammad Fakhruddin
Soal Siswi di Bantul Dipaksa Berhijab, Pengamat: Tak Perlu Diperdebatkan (ilustrasi).
Foto: tribune.com.pk
Soal Siswi di Bantul Dipaksa Berhijab, Pengamat: Tak Perlu Diperdebatkan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat Pendidikan Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, Rully Indrawan menilai kasus siswi yang dipaksa berhijab di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, seharusnya tidak perlu diperdebatkan. Selama seragam memenuhi tiga fungsi maka seharusnya tak menjadi masalah.

"Sebaiknya dalam urusan seragam selama memenuhi tiga fungsi yakni pertama identitas komunitas pelajar, kedua pendidikan disiplin dan cohesiveness, dan ketiga adalah standar etik maka sebetulnya tak ada masalah," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (3/8/2022).

Kendati demikian, ia mengakui memang ada kekhasan tertentu di sekolah, baik negeri atau swasta yang memiliki muatan lain kemudian menambah dari seragam yang sudah ditentukan. Ia menilai sebaiknya kebijakan ini tidak perlu diperdebatkan karena setiap lembaga pendidikan memiliki kekhasan yang tak melanggar tiga fungsi ini. 

"Jadi, mau (memakai) rok di bawah lutut atau berhijab, itu sesuai dengan standar etik. Selama esensinya adalah menjaga etika karakter siswa yang semakin baik, kenapa dipermasalahkan," kata Rully.

Lebih lanjut ia menegaskan, seorang siswi berjilbab atau tidak tak menambah keimanannya. Ia menyontohkan ada kasus non-Muslim berhijab namun tidak membuat keluar dari agama. Sebenarnya jika ditelusuri, ia menilai  justru tahun 1970-an yang memakai hijab adalah biarawati yang menggunakan warna abu-abu. Kemudian, hijab mulai berkembang di Tanah Air sekitar 1980-an yang dipengaruhi di Bandung, Jawa Barat. Akhirnya, kasus per kasus terus bermunculan. Jadi, ia menegaskan berhijab atau tidak tak menunjukkan keimanan seseorang. 

"Bisa saja itu jadi gambaran tapi sangat sumir yang bisa dimanipulasi," katanya.

Jadi, Rully meminta siswi jangan ditakut-takuti dengan identitas berhijab. Meski memang bagus untuk pendidikan karakter di sekolah, ia kembali mengingatkan bahwa hijab tak identik dengan agama tertentu. Kendati demikian, ia kembali mengingatkan aturan ini juga memiliki keleluasaan untuk dilakukan di unit pendidikan masing-masing dan mengembangkannya sesuai dengan persoalan yang dihadapi di daerah. 

"Sekolah yang tahu kondisi dan kondisi yang mereka hadapi. Apalagi ada desentralisasi, pemerintah pusat tak perlu banyak intervensi," katanya.

Sebelumnya, siswi di SMAN 1 Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta mengungkapkan dirinya dipaksa mengenakan hijab oleh guru BKnya. Hal tersebut pun membuat salah satu siswi dari sekolah negeri tersebut pindah sekolah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement