REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Keterbatasan bahan baku tebu menjadi tantangan utama industri gula nasional pada era kini. Hal ini sangat disayangkan mengingat bahan tersebut menjadi bagian penting dalam produksi gula.
"Tanpa suplai bahan baku yang memadai pabrik tidak bisa beroperasi optimal sehingga menimbulkan produktivitas yang rendah dan inefisiensi,” kata Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, Badan Pangan Nasional (BPN), I Gusti Ketut Astawa saat mengunjungi Pabrik Gula (PG) Kebon Agung, Kabupaten Malang, Kamis (3/8/2022).
Melihat kondisi tersebut, maka pihaknya berusaha memperkuat industri gula nasional. Salah satunya dengan membangun tata kelola gula nasional melalui regulasi yang tepat. Kemudian juga dengan melaksanakan kolaborasi dengan asosiasi dan pelaku usaha.
Untuk diketahui, BPN mendapatkan kewenangan untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang dimaksud antara lain stabilisasi harga dan distribusi pangan. Lalu mengenai penetapan kebutuhan ekspor dan impor pangan, besaran jumlah cadangan pangan pemerintah, serta harga pembelian pemerintah.
Menurut dia, kewenangan ini menjadi pintu masuk bagi BPN untuk berperan aktif melakukan pembenahan tata kelola gula nasional. Dalam hal ini termasuk dengan rumusan kebijakan penetapan harga acuan penjualan dan harga pembelian (HAP) tingkat petani. Hal ini perlu dilakukan karena harga jual gula yang baik di tingkat petani dapat memotivasi mereka untuk terus menanam tebu sehingga suplai bahan baku terjaga.
Sebagai informasi, saat ini harga pembelian gula kristal putih di tingkat petani sebesar Rp 11.500 per kilogram (kg). Penetapan tersebut berdasarkan keputusan bersama BPN dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Sementara itu, harga acuan penjualan gula kemasan sebesar Rp 13.500 per kg, dan khusus di wilayah Indonesia Timur sebesar Rp 14.500 per kg.
Pada kesempatan lain, Kepala BPN Arief Prasetyo Adi mengatakan, peran asosiasi dalam tata kelola gula nasional sangat penting. Ia berpesan agar asosiasi dapat turut mendorong kolaborasi antara pabrik gula (PG) BUMN dan swasta. Hal ini penting mengingat sedang berada di tengah keterbatasan bahan baku tebu.
Menurut Arief, PG BUMN dan swasta dapat saling berkolaborasi terutama dalam mendorong perluasan lahan tebu baru. Kemudian sekaligus menumbuhkan minat masyarakat menanam tebu. Sebab itu, Arief menyatakan siap mendukung instrumen regulasi yang dibutuhkan sehingga bisa sama-sama menyelamatkan dan memperkuat industri gula nasional.
Berdasarkan data Asosiasi Gula Indonesia (AGI), saat ini terdapat 30 pabrik gula yang beroperasi di Jawa Timur (Jatim). Dari jumlah tersebut, total kapasitasnya sebesar 143.350 ton cane per day (TCD). "Dan ini terdiri dari tujuh PG PTPN, empat PG milik ID FOOD, dan empat PG swasta," katanya.