REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Koordinator Tim Ahli Tim Transisi Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), Wicaksono Sarosa mengatakan, keputusan memindahkan ibu kota ke Kalimantan memang menimbulkan kekhawatiran. Antara lain terkait nasib hutan dan satwa di Kaltim.
Data BPS 2020, kawasan hutan Kalimantan Timur yang terluas ketiga di Indonesia dengan luas 12,8 juta hektar, setelah Papua dan Kalimantan Barat. Usai berbagai proses pada akhirnya UU 3/2022 tentang Ibu Kota Negara disahkan Presiden Jokowi.
Hal ini menandai dimulainya tahap persiapan, pembangunan dan pemindahan IKN. Pemindahan ini didasarkan keinginan membangun ibu kota dengan identitas nasional dan mengubah paradigma pembangunan dari Jawa sentris menjadi Indonesia sentris.
Ia menuturkan, IKN di Kaltim memiliki beberapa potensi. Mulai dari terletak di jalur pelayaran ALKI III di Selat Makassar, ketersediaan infrastruktur pendukung lengkap seperti bandara, pelabuhan dan jalan tol di sekitar.
"Letaknya berada di dua kota yang sudah berkembang, Balikpapan dan Samarinda, serta minim resiko bencana alam," kata Wicaksono di Balai Senat UGM, Rabu (10/8/2022).
IKN, lanjut Wicaksono, akan berada di atas lahan seluas 256.000 hektar antara Samarinda dan Balikpapan. Pemindahan akan dilakukan secara bertahap mulai tahap satu 2022-2024, puncaknya ketika semua perencanaan sudah terealisasi pada 2045.
Ia merasa, IKN yang dibangun dengan visi Kota Dunia untuk Semua, tidak cuma untuk manusia, tapi untuk alam dengan misi menciptakan kota berkelanjutan. Prinsip dasar pembangunan memadukan konsep forest city, smart city dan sponge city.
Wicaksono menilai, itu berarti IKN akan jadi kota cerdas yang berkelanjutan. IKN dibangun dan dikembangkan agar selaras alam, yang jadi salah satu prinsip 24 KPI IKN. Dari tiga KPI prinsip itu, salah satunya komitmen menjaga kawasan hutan.
"Dengan menetapkan 75 persen dari luas Ibu Kota Nusantara atau 256.000 hektar dipertahankan sebagai ruang hijau dengan rincian 65 persen kawasan lindung dan 10 persen merupakan kawasan produksi pangan," ujar Wicaksono.
Sebagai forest city, ada prinsip-prinsip yang ditetapkan yaitu nol deforestasi. Konservasi keanekaragaman hayati, pengelolaan hutan berkelanjutan, peningkatan stok karbon, pelibatan masyarakat adat, perbaikan tata kelola dan tata guna lahan.
Penetapan 75 persen kawasan hutan yang dipertahankan sebagai kawasan lindung di IKN akan jadi tantangan. Dengan konsep compact city memaksimalkan kepadatan dan lahan yang kompak agar tidak melebar ke pinggiran, membabat hutan lebih banyak.
"Koridor satwa juga akan dibangun seluas 30.000 hektar di WP IKN Utara, serta restorasi area-area yang terdegradasi dan hutan dengan persemaian skala besar di Mentawir," kata Wicaksono.
Konsep compact city akan mendukung konsep forest city karena dengan lahan kompak perjalanan lebih efektif, yaitu 10 menit berjalan kaki atau menggunakan angkutan umum. Selain itu, mobilitas di IKN ditekankan kepada penggunaan angkutan umum.
Dalam IKN ditargetkan 80 persen pergerakan menggunakan angkutan umum. Kendaraan baik umum maupun pribadi akan menggunakan listrik yang diperoleh dari sumber energi terbarukan, terutama melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTA).
Konsep sponge city jadi tantangan karena jenis tanah di IKN didominasi tanah clay shale yang memiliki daya dukung rendah. Tanah sangat keras ke kondisi tertutup, namun perubah drastis dan jadi lapuk bila ada kontak air dan udara.
Clay shale sangat tidak stabil di lahan dengan kemiringan tinggi. Soal kesuburan tanah, tanah jenis clay shale memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan menjadi tantangan tersendiri dalam usaha restorasi hutan dan pembangunan budidaya pangan.
"Tantangan-tantangan ini perlu dijawab, sekaligus menjadi peluang bagi ahli-ahli biologi di Indonesia untuk berkontribusi dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara," kata Wicaksono.