REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Prof Zainudin Amali, dikukuhkan sebagai Profesor Kehormatan bidang Kebijakan Olahraga (sport policy) pada Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Prosesi pengukuhan dilakukan oleh Rektor Unnes, Prof Fathur Rokhman, di Gedung Auditorium Prof Wuryanto, kompleks kampus Unnes, Sekarang, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Dalam kesempatan ini, Menpora Zainudin Amali juga menyampaikan orasi ilmiah berjudul Kebijakan Olahraga Nasional Menuju Indonesia Emas 2045 (Penerapan Metode TARSIL dalam Kebijakan Pembangunan Olahraga Nasional).
Metode ini merumuskan penguatan hubungan vertikal antara pemerintah pusat dan daerah dalam rangka mengembangkan kebijakan baru, yang sesuai dengan konsep pembangunan keolahragaan di tanah air.
“TARSIL yang dimaksud meliputi Trust, Authority, Responsibility, Supervision, Integration, dan Local Wisdom,” ungkapnya, di hadapan para undangan yang hadir di Auditorium Prof Wuryanto.
Metode TARSIL, jelasnya, merupakan model konstruksi otonomi daerah sebagai upaya pemerintah pusat memberikan kewenangan untuk menunjang pemerintahan yang partisipatif dengan mengedepankan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
Trust mempunyai esensi bahwa penyelenggaraan otonomi daerah membutuhkan rasa percaya dari tiga unsur utama dalam hubungan pemerintahan yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Authority diartikan bahwa kewenangan yang diberikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah mengandung berbagai jenis kewenangan antara lain kewenangan wajib, kewenangan pilihan, dan konkuren.
Responsibility memiliki makna, tanggung jawab dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah termasuk memenuhi respons masyarakat terhadap penyelenggaraan otonomi daerah, di mana pemerintah memiliki rasa tanggung jawab terhadap kebijakannya.
“Baik dalam konteks pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat,” lanjutnya.
Supervisi, masih jelas menpora, berarti bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak bisa dilepas tanpa kendali, tetapi pemerintah pusat wajib melakukan supervise.
Seperti membuat regulasi turunan, membuat petunjuk pelatihan dan petunjuk teknis, memberikan reward atau penghargaan, memberikan punishment atau hukuman, dan memberikan pembinaan. Fungsi supervisi adalah bagaimana pemerintah pusat melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah daerah.
Integration memiliki esensi penyelenggaraan otonomi daerah tidak dapat dilakukan dengan patahan-patahan dan sporadis. “Sedangkan local wisdom secara leksikal mengandung makna sistem sosial budaya yang menjadi pijakan dalam kehidupan masyarakat,” jelasnya.
Zainudin juga menyampaikan, model TARSIL tercipta sebagai alternatif untuk menjawab fenomena penyelenggaraan otonomi daerah yang memerlukan hubungan dan kebijakan yang sinergis antara pemerintah pusat denan pemerintah daerah.
Selain itu juga juga mampu memfasilitasi dan mengatasi ketidakserasian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam sistem pembangunan keolahragaan.
Ia berharap nilai-nilai TARSIL dapat menjadi ruh dari berbagai kebijakan keolahragaan di Indonesia. “Bahkan nilai-nilai TARSIL sangat relevan untuk mewujudkan kebijakan sistem pembangunan olahraga menuju Indonesia Emas 2045,” tegas dia.