REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta mencatat kenaikan jumlah peserta dalam Kompetisi Bahasa dan Sastra Jawa 2022 dibanding tahun lalu yang diikuti 545 peserta, baik dari kategori umum maupun pelajar.
“Karena pada tahun ini sudah bisa digelar secara langsung, antusiasme peserta pun meningkat dibanding tahun lalu yang digelar daring,” kata Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Yetty Martanti di sela kompetisi di Taman Pintar Yogyakarta.
Pada tahun lalu, kompetisi serupa diikuti 348 peserta, sehingga pada tahun ini ada penambahan sekitar 150 peserta yang membuktikan bahwa generasi muda di Kota Yogyakarta ingin berperan dalam pelestarian bahasa dan sastra Jawa.
Menurut Yetty, kompetisi tersebut menjadi salah satu cara yang bisa ditempuh untuk melestarikan budaya Jawa khususnya bahasa dan sastra.
“Namun, kami membutuhkan dukungan dari semua pihak agar budaya Jawa tetap lestari. Kompetisi hanya salah satu cara yang ditujukan agar generasi muda semangat mempelajari budaya Jawa, kemudian memahami serta melestarikannya,” kata dia.
Dinas Kebudayaan, lanjut dia, juga siap menggelar berbagai aktivitas lain yang lebih dekat ke masyarakat untuk pelestarian budaya Jawa.
Dalam kompetisi selama empat hari 22-25 Agustus tersebut, digelar delapan jenis kategori lomba. Di antaranya alih aksara Jawa, maca cerkak, maca geguritan, macapat, mendongeng, dan stand up comedy dengan bahasa Jawa.
Sementara itu, salah satu juri dalam kompetisi tersebut Paksi Raras Alit mengaku senang dan bangga karena jumlah peserta dalam kompetisi tersebut cukup banyak, khususnya untuk kategori alih aksara Jawa.
“Kami pastinya akan merasa lelah, tetapi juga senang dan bangga, karena ternyata minat generasi muda untuk mempelajari aksara Jawa cukup tinggi. Jadi, kesimpulan kami, aksara Jawa akan baik-baik saja,” ujarnya.
Meskipun demikian, lanjut dia, masih dibutuhkan upaya yang lebih luas agar aksara Jawa tetap lestari, di antaranya memperbanyak media penulisan aksara Jawa.
“Misalnya, ada tampilan aksara Jawa di tiap sudut. Sehingga, lama kelamaan masyarakat pun terbiasa dan akhirnya bisa memahami cara membaca dan menulis aksara Jawa,” katanya.
Salah satu peserta kompetisi, Kenzi Ade Fahraza (10) dari SD Negeri Lempuyang Wangi Yogyakarta mengaku senang dapat mengikuti lomba geguritan.
“Suka geguritan sejak setahun lalu dan untuk lomba ini, latihannya sekitar dua pekan,” kata Kenzi yang ingin menjadi yang terbaik dalam kompetisi tersebut agar membanggakan orang tua.
Tiga pemenang terbaik dari tiap kategori akan mewakili Kota Yogyakarta untuk kompetisi yang sama di tingkat DIY.