Rabu 24 Aug 2022 09:12 WIB

Lembaga Keuangan Industri Kedua Terbanyak Peroleh Serangan Siber

Untuk kasus di Indonesia, terdapat peningkatan serangan pada aplikasi mobile banking.

Serangan siber (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Serangan siber (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyedia solusi keamanan siber global, Check Point® Software Technologies Ltd.,  mengungkapkan sektor keuangan dan perbankan di Indonesia merupakan industri yang menempati peringkat kedua terbanyak mengalami serangan siber di negara ini, naik dari posisi ketiga pada tahun 2021. Rata-rata, Lembaga-lembaga keuangan di Indonesia, diserang sebanyak 2.730 kali per pekan dalam enam bulan terakhir, 252 persen lebih banyak dari rata-rata global yang mengalami 1.083 serangan siber. Secara global, sektor keuangan dan perbankan menempati urutan ke-6 dalam industri yang paling banyak mengalami serangan siber. 

"Tingginya tingkat serangan siber di Indonesia dibandingkan dengan statistik global menunjukkan para penyerang keamanan siber lebih sukses melakukan serangan siber di negara ini. Ketika penyerang menemukan cara untuk mengelabui pengguna atau mengkompromikan sistem, mereka akan memperluas operasi mereka dengan cepat untuk memanfaatkan kerentanan sebelum industri tersebut dapat bereaksi," kata Country Manager Indonesia Check Point Software Technologies, Deon Oswari, dalam siaran pers, Rabu (24/8/2022).

"Untuk kasus di Indonesia, Check Point Research melihat adanya peningkatan serangan pada platform dan aplikasi mobile banking. Oleh karena itu, sangat penting bagi  industri perbankan untuk waspada dan meninjau ulang sistem keamanan siber mereka. Semakin banyak Anda mengetahui  tentang ancaman siber dan risiko di luar sana, semakin baik perusahaan perusahaan cinancial services industry (FSI) tersebut menempati posisi untuk dapat mengambil tindakan dan menerapkan kontrol," katanya menambahkan.

Baru pada awal tahun ini, Bank Sentral Indonesia mengumumkan bahwa jaringan mereka terkena serangan ransomware. Pelaku ancaman mencuri data non-kritis mengenai karyawan bank sebelum mengenkripsi sistem. Kelompok hacker terkenal, Conti Ransomware telah mengklaim serangan tersebut setelah membocorkan sebagian dari file yang diduga telah dicuri.

Agar ransomware bekerja, penjahat siber pertama-tama harus mendapatkan akses ke sistem target, mengenkripsi file, dan kemudian meminta tebusan dari korban. Salah satu cara untuk menyusup ke sistem adalah melalui email phishing — salah satu mekanisme pengiriman paling umum untuk ransomware. Faktanya, Check Point Research menemukan bahwa 92 persen file berbahaya di Indonesia dikirim melalui email dalam 30 hari terakhir. Yang diperlukan si penjahat siber dalam menyerang hanyalah satu karyawan yang kurang memiliki informasi mengklik tautan di email berbahaya tersebut, dan hal itu dapat menjadikan seluruh aset digital perusahaan tersandera.

"Dalam iklim ransomware saat ini, serangan rantai pasokan dan perjuangan terus-menerus melawan malware baru yang terus  berevolusi, threat intelligence  dan kemampuan merespons secara cepat menjadi hal yang sangat penting.  Kecerdasan komprehensif yang  secara proaktif menyingkirkan ancaman, menyediakan layanan keamanan terkelola untuk memantau jaringan Anda, dan kemampuan respons insiden untuk merespons dan menghentikan serangan siber dengan cepat, semua hal tersebut menjadi penting untuk menjaga bisnis Anda tetap berjalan di  tahun 2022 ini," lanjut Oswari.

Hal tersebut turut  diamini oleh pemerintah Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK) telah mengimbau industri jasa keuangan sejak tahun 2021 untuk meningkatkan tata kelola teknologi informasi dan manajemen risikonya. OJK juga mengungkapkan roadmap pengembangan perbankan Indonesia hingga 2025, yang dibuat untuk mendukung masa depan perbankan digital, serta memperkuat fundamental hukum dan kebijakan keamanan siber.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement