REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Ribuan unit koperasi di Provinsi Jawa Tengah berhenti beroperasi. Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil, Menengah (Dinkop) Jawa Tengah, Ema Rachmawati, pasca sosialisasi empat pilar di Pemkot Solo, Kamis (25/8/2022).
Ema mengatakan dari 20 ribu unit koperasi yang ada provinsi ini, 10 ribu di antaranya mengalami sepi peminat. “Pelaku koperasi di Jateng ada 20 ribu lebih. Memang sejak dulu yang tidak laku kan sekitar 10 ribu dan 7.000 di antaranya dari koperasi-koperasi tingkat RT itu yang sudah tidak jalan lagi,” terangnya.
Meski tidak aktif, Ema mengatakan bahwa koperasi tersebut tidak bisa secara serta merta lantas dibubarkan. Pasalnya untuk membubarkan suatu koperasi diperlukan proses yang lama.
“Kita kan tidak bisa membubarkan karena prosesnya sangat susah. Jadi kalau pembubaran koperasi itu lama prosesnya, dari kabupaten dulu terus ke provinsi, lalu baru ke pusat. Itu masih harus melewati proses penelitian,” ujar dia.
Selain proses birokrasi yang lama, pembubaran tersebut juga membutuhkan anggaran. Pasalnya diperlukan penyiaran dari media dan penjaringan keluhan dari masyarakat, baru ada surat keterangan dari menteri.
“Pembubaran itu butuh anggaran dan itu tidak tersedia. Harus diumumkan di media sekian bulan, baru kalau tidak ada protes baru dibubarkan, setelah dibubarkan ada SK menteri. Baru diserahkan ke kita terus kita umumkan lagi, setelah itu baru dihapus di lembaran negara,” jelasnya.
Menurut Ema, proses pembubaran akan memakan waktu tahunan. Oleh karena itu, ia menyarankan kepada Dewan Perwakilan Rakyat agar memperpendek jangka waktu dalam proses pembubarannya.
“Saya sudah usulkan kepada DPR, nanti kalau ada undang-undang baru, proses pembubarannya jangan lama-lama. Karena kan menggantung dari 20 ribu 10 ribunya tidak aktif kan mengganjal,” katanya.
Meski hampir setengah dari koperasi yang ada tidak aktif, Ema mengatakan perkembangan koperasi yang aktif mampu berpengaruh pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
“UKM mampu menopang PDRB sangat tinggi. Terhitung sejak 2019, kontribusi UKM pada PDRB itu 10 persen, 2020 11 persen, dan 2021 saat pandemi itu malah 37 persen, jadi naiknya malah tinggi sekali,” tegas dia.