Kamis 25 Aug 2022 18:31 WIB

'Semua Sekolah Harus Memperoleh Kesempatan yang Setara'

Terdapat tiga hal yang dibangun di dalam komunitas GSM.

Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal, saat mengisi Workshop Penguatan Kapabilitas Kepala Sekolah SMK di Provinsi Papua dan Papua Barat 2021 melalui Penguatan Ekosistem SMK Melalui Gerakan Sekolah Menyenangkan dan Pengembangan Kemitraan Strategis dengan Dunia Kerja di Sorong, Papua Barat beberapa waktu lalu.
Foto: Republika/Fernan Rahadi
Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal, saat mengisi Workshop Penguatan Kapabilitas Kepala Sekolah SMK di Provinsi Papua dan Papua Barat 2021 melalui Penguatan Ekosistem SMK Melalui Gerakan Sekolah Menyenangkan dan Pengembangan Kemitraan Strategis dengan Dunia Kerja di Sorong, Papua Barat beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerhati pendidikan dari Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal mengatakan semua sekolah harus mendapatkan kesempatan yang setara dalam meningkatkan pembelajaran .

"Sekolah perlu mendapatkan kesempatan yang setara dan diperlakukan sama, baik sekolah besar, favorit, atau tidak. Tidak dibeda-bedakan oleh takaran sumber daya infrastruktur, guru, dan muridnya," ujar Rizal dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/8/2022).

Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menambahkan pihaknya melalui GSM membangkitkan kembali semangat Taman Siswa yang merupakan warisan Ki Hadjar Dewantara untuk menjadikan generasi yang tumbuh menjadi dirinya sendiri, memiliki kemandirian berpikir dan jiwa yang merdeka.

Terdapat tiga hal yang dibangun di dalam komunitas GSM. Pertama, adanya ruang kemandirian bagi setiap guru dan kepala sekolah untuk membentuk jiwa-jiwa yang merdeka dalam membuat kurikulum sekolahnya sendiri, dan perencanaan pembelajaran sendiri yang disesuaikan kebutuhan serta keunikan muridnya.

Kemudian, peningkatan kapasitas diri setiap guru dalam hal profesionalisme, kompetensi, karakter, dan pola pikir. Selanjutnya, aktivitas bertukar praktik baik para guru dalam mengajar agar tercipta kualitas mengajar sebaik mungkin.

"Kami memiliki ideologi Sekolah 0.4, membangunkan spirit sekolah dengan kembali mendidik manusia agar siswa menemukan versi terbaiknya," katanya lagi.

Terdapat empat hal yang menjadi penanda Sekolah 0.4. Pertama, sekolah berfokus membangun kesadaran diri siswa dan guru melalui proses dialog, refleksi, dan introspeksi untuk mengenali diri, mengelola diri, sekaligus menemukan tujuan moral hidup dalam konteks sosial. Kedua, membangun budaya ekosistem sekolah positif yang memberi rasa aman dan membuat siswa tertarik serta antusias dalam belajar secara aktif.

Ketiga, membangun penalaran kritis dan kreatif agar siswa mampu membentuk pengetahuannya sendiri melalui pengalaman nyata dengan menemukan persoalan, sekaligus mencari solusi secara mandiri. Keempat, pendidikan yang investigatif terhadap kehidupan nyata dan sosial sehingga siswa tidak hanya pintar dan siap menjadi tenaga kerja terampil, tetapi juga membangun kecerdasan kewarganegaraan agar terlibat aktif dalam perubahan global yang cepat.

"Untuk itu, Sekolah 0.4 menyasar sekolah-sekolah pinggiran agar perubahan dapat dimulai dari sana sebagai bentuk pemihakan GSM pada kaum pinggiran. Sekolah 0.4 sebagai sekolah masa depan artinya GSM mengajak untuk menyiapkan manusia menjadi pengendali utama atas ambisi kemajuan teknologi saat ini, bukan justru dikendalikan oleh algoritma digital," kata Rizal.

Pegiat komunitas GSM Kota Yogyakarta, Sarmidi, mengatakan pihaknya mendidik berdasarkan keanekaragaman anak-anak dan penanaman budi pekerti. "GSM menggunakan pendekatan sangat tepat dan bagus dengan pembelajaran untuk memanusiakan manusia," kata Sarmidi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement