REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Purwokerto mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) Purwokerto dan Cilacap, Jawa Tengah, mengalami deflasi, yaitu masing-masing tercatat sebesar -0,44 persen (mtm) dan -0,55 persen (mtm).
"Deflasi pada kedua daerah didorong oleh penurunan harga komoditas bawang merah dan cabai rawit seiring dengan berlangsungnya masa panen pada beberapa sentra produksi," ujar Kepala Perwakilan BI Purwokerto, Rony Hartawan, Jumat (2/9/2022).
Selain itu, deflasi juga dipicu penurunan harga minyak goreng seiring dengan kebijakan pemerintah (DMO, DPO, dan lainnya) yang mendorong terjaganya ketersediaan pasokan dan dipengaruhi juga oleh penurunan harga CPO dunia. Penurunan harga daging ayam ras seiring terjaganya pasokan juga turut memberikan andil terhadap deflasi pada periode laporan.
Rony memaparkan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) pada kedua kabupaten telah melakukan beberapa upaya pengendalian inflasi secara sinergis. Di antaranya melalui pelaksanaan operasi pasar cabai merah, penjajakan Kerja Sama antar Daerah (KAD) komoditas bawang merah serta pelaksanaan rapat koordinasi TPID untuk memastikan ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan keterjangkauan harga.
Setelah mengalami inflasi pada bulan sebelumnya (0,39 persen, mtm), Purwokerto mencatatkan deflasi -0,44 persen (mtm) pada Agustus 2022. Deflasi terutama bersumber dari penurunan harga pada kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau dengan andil sebesar -0,58 persen (mtm).
Dilihat dari komoditasnya, yang menjadi penyumbang deflasi terbesar pada periode ini adalah komoditas bawang merah, minyak goreng, cabai merah, dan cabai rawit. Di sisi lain, terdapat beberapa komoditas yang tercatat mengalami inflasi.
Antara lain tarif air minum PAM, rokok kretek filter, bahan bakar rumah tangga, telur ayam ras, dan buah naga. Dengan perkembangan tersebut, secara tahun kalender inflasi Purwokerto tercatat sebesar 4,41 persen (ytd) dan secara tahunan sebesar 5,84 persen (yoy).
Capaian inflasi tahunan tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis inflasi Agustus tahun 2019 s.d 2021 yang sebesar 1,82 persen (yoy). Pada periode sama, Cilacap mencatatkan deflasi -0,55 persen (mtm), berkebalikan dari bulan sebelumnya yang mengalami inflasi 0,35 persen mtm.
Seperti halnya Purwokerto, deflasi di Cilacap utamanya bersumber dari penurunan harga kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau yang memberikan andil -0,72 persen (mtm). Adapun komoditas yang menjadi penyumbang deflasi adalah bawang merah, minyak goreng, cabai rawit, daging ayam ras, dan cabai merah.
Sementara itu, beberapa komoditas yang tercatat mengalami inflasi utamanya adalah beras, kopi bubuk, tarif Sekolah Dasar (SD), buku tulis bergaris, dan telur ayam ras. Secara tahun kalender, inflasi Cilacap tercatat 4,78 persen (ytd).
Adapun capaian inflasi secara tahunan dilaporkan sebesar 6,13 persen (yoy) pada posisi Agustus 2022. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis inflasi Agustus tahun 2019 s.d 2021 yang sebesar 1,50 persen (yoy).
Menurut Rony, inflasi Purwokerto dan Cilacap pada 2022 diperkirakan sedikit lebih tinggi dari batas atas sasaran, dan akan kembali ke dalam sasaran inflasi 3±1 (yoy) pada 2023. Adapun risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian inflasi pada tahun berjalan antara lain meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan arah pemulihan ekonomi nasional.
Kemudian, masih tingginya harga energi dan pangan global (imported inflation), kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi, serta risiko bergejolaknya harga pangan. Namun demikian, TPID dan Satgas Pangan akan tetap mewaspadai berbagai risiko tersebut.
"Dalam hal ini koordinasi antara Bank Indonesia, pemerintah daerah, dan pihak terkait lainnya akan terus diperkuat sebagai upaya untuk menjamin ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan keterjangkauan harga khususnya untuk bahan kebutuhan pokok," tegasnya.