Senin 05 Sep 2022 16:33 WIB

Angka Stunting di Kota Malang Terus Menurun

Mengatasi permasalahan stunting diperlukan langkah yang holistik.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Pemerintah Kota (Pemkot) Malang melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang mengadakan rembuk stunting dengan sejumlah stakeholder di Kota Malang, Senin (5/9/2022).
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Pemerintah Kota (Pemkot) Malang melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang mengadakan rembuk stunting dengan sejumlah stakeholder di Kota Malang, Senin (5/9/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Angka stunting di Kota Malang, Jawa Timur, terus mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini diungkapkan Wali Kota Malang, Sutiaji, saat ditemui wartawan seusai acara rembuk stunting di Kota Malang, Senin (5/9/2022).

Berdasarkan laporan yang diterima, angka stunting pada tahun lalu berkisar 9,9 persen. Sementara itu, angka stunting pada tahun ini berkurang menjadi 9,5 persen. "Ini real berdasarkan timbang (badan, red)," kata Sutiaji.

Tidak hanya timbang badan, menurut Sutaji, ada banyak instrumen untuk mengukur angka stunting. Satu di antaranya terkait jumlah pasangan usia subur atau nikah di usia dini. Kondisi ini dinilai rawan dan berpotensi menimbulkan stunting ke depannya.

Ada sejumlah daerah yang memiliki potensi jumlah stuntingnya tinggi di Kota Malang. Hal ini apabila dilihat berdasarkan jumlah pasangan suburnya. "Ketika ini tidak diawasi, bisa jadi nanti akan berpotensi stunting ke depannya," ujar pria berkacamata tersebut.

Salah satu wilayah yang memiliki jumlah pasangan subur tinggi adalah Kecamatan Lowokwaru, terutama di wilayah Tlogomas dan Dinoyo. Kondisi itu bisa terjadi lantaran wilayah tersebut lebih banyak dihuni oleh mahasiswa dari sejumlah kampus.

Melihat hal tersebut, maka Sutiaji memastikan, stunting tidak semata-mata dipengaruhi oleh data kemiskinan. Pasalnya, angka kemiskinan di wilayah Tlogomas dan Dinoyo termasuk rendah.

Oleh karena itu, permasalahan pasangan subur tersebut bisa menjadi perhatian untuk sejumlah stakeholder sehingga potensi stunting dapat diatasi. Menurut Sutiaji, penguatan literasi perlu dilakukan guna mengatasi angka stunting di Kota Malang.

"Kalau literasi itu tidak dikuatkan, akan stunting. Jadi pasangan subur ketika dia nanti tidak mengatur kehidupannya, maka ini tidak menutup kemungkinan ada stunting. Jadi lebih ke persiapan literasinya," kata dia menambahkan.

Pada kesempatan sama, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Malang, Husnul Muarif mengungkapkan, terdapat 10 kelurahan yang menjadi prioritas pengentasan stunting di Kota Malang. Hal ini terjadi lantaran angka stunting di wilayah-wilayah tersebut cukup tinggi.

Adapun rincian lokasi prioritas antara lain Tlogomas, Sumbersari, Bumiayu, Klojen, Tunggulwulung, Dinoyo, Kiduldalem, Tunjungsekar, Blimbing dan Mergosono. Data Dinkes Kota Malang per Juli 2022 mengungkapkan, angka stunting berdasarkan tinggi badan menurut umur di Tlogomas sekitar 26,20 persen.

Kemudian Sumbersari sekitar 25 persen, wilayah Bumiayu sebesar 22,61 persen, Klojen sekitar 19,10 persen dan Tunggulwulung sebesar 18,28 persen. Selanjutnya, terdapat Dinoyo dengan angka 18,16 persen, Kiduldalem sekitar 17,69 persen, Tunjungsekar 16,87 persen, Blimbing 16,67 persen, dan Mergosono 16,65 persen.

Menurut Husnul, mengatasi permasalahan stunting diperlukan langkah yang holistik. Dengan kata lain, masalah ini tidak hanya tanggung jawab Pemkot Malang tetapi stakeholder lainnya juga. Oleh karena itu, dia berharap masalah stunting bisa ditangani dan diturunkan secara bersama-sama.

"Jadi semuanya harus bergerak. Maka itu, berbagai unsur dan stakeholder di masyarakat kita undang semua (di acara rembuk stunting). Yang terpenting kita bagaimana komitmen penandatanganannya," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement