Selasa 06 Sep 2022 14:22 WIB

Distribusi BBM Subsidi Dirasa tidak Tepat Sasaran

Masih terdapat 70 persen masyarakat mampu yang menggunakan BBM subsidi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Hilmy Muhammad.
Foto: Dokumen
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Hilmy Muhammad.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah resmi mengalihkan subsidi untuk BBM dan menyesuaikan harga pasar. Pengalihan diarahkan ke bantuan yang lebih tapat sasaran di bawah Kemensos melalui skema bantuan langsung tunai (BLT) dan subsidi upah pekerja.

Ada pula pengalihan dana transfer umum daerah untuk bantuan angkutan umum, ojek daring, dan nelayan. Presiden Joko Widodo pada Sabtu (3/9/2022) mengatakan meski harga minyak dunia turun, tidak mengubah kebutuhan subsidi BBM yang memberatkan APBN.

Kompensasi BBM 2022 telah meningkat tiga kali lipat dari Rp 152,5 triliun jadi Rp 502,4 triliun dan akan meningkat terus, sehingga membebani APBN. Terlebih, masih terdapat 70 persen masyarakat mampu yang menggunakan BBM bersubsidi.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Hilmy Muhammad, menyayangkan BBM subsidi yang dikonsumsi masyarakat mampu. Ia berpendapat, kondisi itu justru menunjukkan kelemahan pemerintah sendiri, terutama dalam pendistribusian BBM.

Selain itu, disinyalir ada upaya-upaya mengadu domba antara masyarakat mampu dengan tidak mampu. Mestinya, subsidi yang tidak tepat sasaran ini menjadi fokus paling utama daripada menaikkan harga BBM. Jika begini, semua terkena imbas.

"Ini namanya kesalahan sebagian orang ditimpakan akibatnya ke semua orang. Ini kurang tepat. Bagaimana distribusi dan pengawasannya selama ini, jangan-jangan ini dibiarkan karena setiap kali kenaikan BBM, alasan ini terus direpetisi," kata Hilmy, Selasa (6/9/2022).

Untuk itu, Hilmy meminta pemerintah untuk memaksimalkan program Kementerian BUMN berupa Pertashop. Program itu sendiri sudah direncanakan sejak 2020 dengan target 10 ribu unit. Namun, sampai tahun ini baru tercapai sekitar 4.311 unit Pertashop.

Dengan modal yang tidak terlalu besar, Pertashop dipandang sebagai salah satu solusi peningkatan ekonomi masyarakat dan pemerataan distribusi BBM bersubsidi. Jumlah unitnya perlu diperbesar atau bahkan sebanding SPBU-SPBU yang sudah ada.

Ia melihat, ini masalah yang sebenarnya sudah ada pemecahannya oleh Kementerian BUMN. Namun, tidak dilakukan secara maksimal. Sebab, Pertashop memang diarahkan untuk menjual BBM dalam skala kecil atau sederhananya disebut sebagai pom mini.

"Pom mini hanya menjual BBM yang bersubsidi, SPBU hanya yang nonsubsidi. Mobil tidak akan ngantri di pom mini karena ruangnya kecil. Perbanyak saja jumlahnya seperti jumlah SPBU-SPBU," usul pria yang juga Katib Syuriah PBNU tersebut.

Selain itu, Gus Hilmy melihat usaha pendistribusian yang lebih tepat melalui MyPertamina. Namun, kembali disayangkan, aplikasi baru benar-benar diaktifkan setelah kenaikan. Ini menandakan banyak program belum dikoordinasikan matang.

Di sisi lain, ketika pemerintah mengklaim kalau aplikasi MyPertamina merupakan solusi agar pendistribusian BBM lebih tepat, semestinya ditunggu dulu hasilnya. Ketika berhasil baru bisa diteruskan, ketika tidak berhasil, cari formula baru.

"Ini belum ada hasilnya, sudah dinaikkan. Ini menjadi pertanyaan kita, apakah tidak dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan baik," ujar Hilmy.

Anggota MUI Pusat itu mengingatkan, menyubsidi rakyat menjadi tugas negara yang diamanatkan konstitusi. Disayangkan jika defisit APBN dibebankan ke rakyat. APBN dipakai untuk menyejahterakan rakyat. Perlu dikoreksi menyebut pembebanan APBN.

APBN merupakan amanat konstitusi tentang sistem perekonomian nasional, dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Rakyat sudah membayar pajak, selebihnya memompa BUMN mendapat keuntungan, memaksimalkan potensi alam.

Maksimalkan perikanan dan pertanian, beralih ke energi terbarukan, dan sumber-sumber pendapatan negara lain. Jadi, bukan malah membebani rakyat. Hal lain yang perlu dikoreksi menyamakan Indonesia dengan negara lain dalam konsumsi BBM.

Di beberapa negara, harga BBM tinggi karena tingkat konsumsi lebih banyak untuk industri, tapi di Indonesia masyarakatnya lebih cenderung agraris dan maritim, serta pendapatan per kapita berbeda. Lalu, subsidi BBM dan bansos itu berbeda.

Pengasuh Ponpes Krapyak itu mengingatkan, pemahaman satu subsidi dialihkan ke subsidi lain perlu dikoreksi. Subsidi BBM, migas, pendidikan, kesehatan, dan subsidi lain tidak saling berhubungan karena ada aturannya masing-masing.

Subsidi BBM dikurangi, tidak kemudian menambah subsidi atau bansos. Bantuan yang diterima masyarakat semakin besar atau bertambah, sama saja. Anggarannya sudah disiapkan. Begitu pula dengan subsidi pendidikan. Beasiswa LPDP, misalnya.

"Sudah disiapkan skemanya sendiri. Apakah anggaran untuk pendidikan menjadi 30 persen setelah kenaikan BBM," kata Hilmy, menutup.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement