Selasa 06 Sep 2022 17:30 WIB

Angkutan Ilegal Marak, Awak Angkutan Umum Resmi Mengadu ke DPRD

Paguyuban sudah beberapa kali meminta kepada aparat yang berwenang untuk menertibkan.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Suasana audiensi antara perwakilan awak angkutan umum resmi Paguyuban Duta Mitra Sejahtera (DMS) dengan Komisi C DPRD Kabupaten Semarang, di ruang Banggar kompleks gedung DPRD Kabupaten Semarang, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Selasa (6/9).
Foto: Istimewa
Suasana audiensi antara perwakilan awak angkutan umum resmi Paguyuban Duta Mitra Sejahtera (DMS) dengan Komisi C DPRD Kabupaten Semarang, di ruang Banggar kompleks gedung DPRD Kabupaten Semarang, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Selasa (6/9).

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Awak angkutan umum yang tergabung dalam Paguyuban Duta Mitra Sejahtera (DMS) Kabupaten Semarang Jawa Tengah kembali menyoal maraknya angkutan penumpang ilegal (pelat hitam) yang beroperasi di trayek mereka. Pasalnya, angkutan ilegal itu mengurangi pendapatan awak angkutan umum resmi hingga 30 persen.

Meski jelas-jelas melanggar peraturan dan ketentuan penyelenggaraan angkutan penumpang umum, sejauh ini tidak kunjung ada ketegasan dari aparat terkait dalam menertibkan angkutan umum pelat hitam itu. Hal tersebut terungkap dalam audiensi antara perwakilan Paguyuban DMS dengan Komisi C DPRD Kabupaten Semarang, di ruang Banggar kompleks Gedung DPRD Kabupaten Semarang, di Ungaran, Selasa (6/9/2022).

Menurut perwakilan paguyuban DMS, Imam Suhada, awak angkutan umum resmi (pelat kuning) semakin resah dengan bertambahnya angkutan umum ilegal di trayek Karangjati-Pringapus dan Pringapus-Bringin. Bahkan untuk saat ini rasionya sudah mencapai satu angkutan umum resmi banding lima angkutan umum ilegal.

“Dari sini, penghasilan kami awak angkutan umum resmi sudah berkurang banyak,” jelas dia. Sebenarnya, lanjut Imam, adanya angkutan umum ilegal di trayek ini sudah menjadi problem sejak lama dan paguyuban sudah beberapa kali meminta kepada aparat yang berwenang untuk menertibkan.

Kenyataannya, keberadaan angkutan umum pelat hitam tersebut bukannya berkurang tetapi  justru semakin bertambah banyak. Selama ini, Satgas Organda bersama dengan petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Semarang berupaya menertibkan, namun tidak memiliki kewenangan untuk menindak.

Adapun yang berwenang menindak hanya aparat kepolisian, dalam hal ini Satlantas. Namun keberadaan angkutan pelat hitam ini seperti ‘kebal’ hukum karena sudah ditindak, besoknya sudah diambil kembali.

Inilah alasan paguyuban mengadu ke Komisi C DPRD Kabupaten Semarang yang tujuannya adalah untuk meminta keadilan. “Karena kami ini angkutan resmi program pemerintah yang membayar pajak, mematuhi uji kelayakan (KIR) dan sebagainya untuk pendapatan daerah, tetapi angkutan ilegal semakin bertambah banyak kok seperti ada pembiaran,” tegasnya.

Menanggapi masalah itu, Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Semarang, Wisnu Wahyudi, menyayangkan ketidaktegasan Pemkab Semarang bersama aparat terkait dalam menindak angkutan umum ilegal seperti yang dikeluhkan paguyuban DMS.

Kalau dari keluhan yang disampaikan perwakilan paguyuban kepada Komisi C disinyalir ada oknum aparat yang membekingi, menurutnya merupakan hal yang keliru. Karena aparat justru ‘melindungi’ yang ilegal dan bukan melindungi yang legal.

“Oleh karena itu, dalam persoalan ini Pemkab Semarang bersama apparat kepolisian harus bisa menunjukkan ketegasannya dalam menertibkan maraknya angkutan ilegal atau pelat hitam ini,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dishub Kabupaten Semarang, Tri Martono menyampaikan telah mengupayakan program ‘kuningisasi’ untuk melegalkan angkutan umum di trayek Karangjati-Pringapus dan Pringapus-Bringin ini.

“Karena dengan melegalkan angkutan umum akan menjamin keselamatan dan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, karena ada uji kendaraan, jaminan Jasa Raharja, lebih teratur,” jelas dia.

Dalam penindakan hukum, Dishub tidak bisa melakukan sendiri, namun harus bersama-sama dengan Satlantas Polres Semarang. Program kuningisasi di trayek ini yang dirintis mulai 2016 dan memang ditetapkan kuota hingga 150 unit kendaraan, namun sampai dengan saat ini baru mencapai 73 unit angkutan umum.

Harapannya, dulu hingga 2019 sudah terpenuhi semua, namun karena banyak kendala selama tiga tahun ini baru mencapai 73 unit. “Makanya, angkutan umum yang masih ilegal ini terus kita imbau agar mau melegalkan,” tambah Tri Martono. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement