REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Festival Ngudoroso tingkat kabupaten dihelat oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayaan) Kabupaten Sleman, DIY. Kegiatan ini sebagai salah satu usaha untuk melestarikan seni tradisional dalam bingkai seni budaya.
Agenda dikemas dalam bentuk stand up comedy. Secara resmi, Bupati Sleman, Kustini Purnomo, membuka festival ini ditandai pemukulan alat musik tradisional kenong. Kepala Disbud Sleman, Edy Winarya mengatakan, Festival Ngudoroso merupakan kegiatan yang berjenjang.
Artinya, peserta-peserta yang menjuarai tingkat kabupaten nantinya diikutsertakan dalam Festival Ngudoroso sampai ke tingkat provinsi. Ia menekankan, Festival Ngudoroso dihelat tidak cuma untuk melestarikan seni tradisional.
Kegiatan ini dimaksudkan sebagai media pembinaan bakat seniman ngudoroso yang ada di lingkup Kabupaten Sleman, serta wadah berekspresi. Festival Ngudoroso diikuti perwakilan dari 17 kapanewon-kapanewon yang ada di Sleman.
Ia juga menerangkan, peserta-peserta akan tampil dan dinilai oleh juri-juri yang terdiri dari akademisi, seniman, dan praktisi. Meski begitu, pelaksanaan kegiatan masih menerapkan protokol kesehatan, sehingga penonton tetap dibatasi.
"Namun, masih dapat menyaksikan secara streaming melalui kanal Dinas Kebudayaan," kata Edy, Ahad (11/9).
Pada kesempatan itu, Bupati Sleman, Kustini Purnomo, menyampaikan apresiasinya atas penyelenggaraan Festival Ngudoroso. Menurutnya, kegiatan ini sebagai salah satu bagian upaya-upaya Pemkab Sleman mendekatkan pemerintah dengan masyarakat.
Ia berpendapat, kegiatan ini dapat menjadi wadah yang tepat untuk menyampaikan aspirasi-aspirasi yang ada dalam bentuk berbeda. Festival Ngudoroso, lanjut Kustini, memiliki substansi mawas diri terhadap perilaku kita sebagai manusia.
"Oleh karena itu, ngudo roso memiliki makna yang luas yakni berdialog dengan diri sendiri secara jujur dan terbuka," ujar Kustini.
Lebih lanjut Kustini menambahkan, Festival Ngudoroso ini dapat menjadi sarana untuk kembali menghidupkan falsafah luhur budaya Jawa. Terlebih, melihat kondisi saat ini egosentris dan individualisme telah menggeser unggah ungguh dan tepa selira.