REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Pertemuan Ke-3 Sherpa Presidensi G20 Indonesia di Yogyakarta, mulai 27 hingga 29 September 2022, bakal memutuskan substansi leaders' declaration yang akan diadopsi para kepala negara dalam puncak KTT G20 di Bali pada bulan November 2022.
"Substansi materinya (leaders' declaration) sebetulnya di forum inilah yang memutuskan," ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso saat konferensi pers di Yogyakarta, Selasa.
Susiwijono menuturkan bahwa pertemuan Sherpa memiliki peran sangat vital, khususnya dalam mengoordinasikan seluruh working groups dan engagement groups di bawah koordinasinya.
Seluruh substansi dari total 437 pertemuan selama Presidensi G20 di Indonesia sejak 1 Desember 2021, kata Susiwijono, bakal dikompilasi dan dibahas dalam pertemuan Sherpa di Yogyakarta sebagai pijakan untuk menyusun draf leaders' declaration.
"Sherpa itu nama suku di Tibet yang kerjaannya membawa beban untuk mendampingi yang naik ke puncak Gunung Everest. Nah, dalam konteks G20 posisi Sherpa ini yang membantu para kepala negara," ujarnya.
Oleh karena itu, Susiwijono memperkirakan dalam forum Sherpa bakal berlangsung perdebatan atau diskusi yang dinamis karena membahas berbagai isu global di luar ekonomi dan keuangan, mulai dari krisis pangan hingga krisis energi.
Susiwijono mengatakan bahwaSherpa Track Presidensi G20 Indonesia terdiri atas 12 working groups (WG) yang terdiri atas agrikultur, ekonomi digital, ketenagakerjaan, energi, pembangunan, pariwisata, ekonomi digital, pendidikan, tenaga kerja, pertanian, perdagangan, investasi, industri, kesehatan, antikorupsi, lingkungan, dan perubahan iklim.
Selain itu, juga terdapat 10 engagement groups (EG). yakni Business 20, Civil 20,Science 20, Think 20, Labor 20, Woman 20, Urban 20, Youth 20, Parliament 20, dan Supreme Audit 20.
Pertemuan G20 yang diselenggarakan secara hybrid di Hotel Marriot Yogyakarta tersebut dihadiri oleh 107 delegasi secara fisik dan 13 lainnya mengikuti secara virtual.
Selain unsur Pemerintah, menurut dia, Indonesia juga secara aktif melibatkan kelompok non-pemerintah yang tergabung dalam G20 Engagement Groups.
"Tujuannya antara lain untuk memastikan bahwa proses pembahasan mengenai upaya pemulihan ekonomi bersifat inklusif dengan memperhatikan masukan dari kelompok di luar Pemerintah selaku stakeholders dan pelaku utama pertumbuhan ekonomi," kata dia.